Cerita Haru di Balik Kepulangan Mahasiswa KKN UGM

589

Mengharu Biru

Fransiscus mengungkapkan momen perpisahan yang mengharu biru tersebut tak lepas dari kedekatan mahasiswa KKN UGM dan warga Desa Letman dan Desa Ohoidertawun.

Ada 28 mahasiswa yang diterjunkan di kedua desa itu.

Baca juga: Langkah Didiek Bantu Ekonomi Masyarakat Balikpapan dengan Gerakan Urban Farming

Selama mengabdi disana para mahasiswa begitu dekat dengan warga karena sejak awal tinggal menganut konsep Mama Papa Piara sehingga tingkat kedekatan dengan masyarakat sangat tinggi.

Di kedua desa tersebut mahasiswa KKN UGM menjalankan program dengan tema besar Pemberdayaan Sektor Pariwisata dan Pengembangan Produk Lokal Berbasis Pembangunan Berkelanjutan di Kecamatan Kei Kecil, Maluku Tenggara.

Program kerja yang dijalankan banyak berfokus pada pengembangan potensi pariwisata dan pengembangan produk lokal anttara lain digitalisasi tempat wisata, pengadaan profil desa, pembuatan peta desa dan peta Kabupaten, pembinaan masyarakat siap pariwisata, pembuatan lat atau anggur laut menjadi saus dan enbal (sejenis umbi, mirip singkong) yang dikreasikan menjadi brownies.

“Diluar program-program yang dijalankan, kami juga banyak menghabiskan waktu dengan masyarakat setempat dengan turut ikut dalam aktivitas-aktivitas setempat.”

Baca juga: Detik-detik Sebelum Ayah Jaka Tingkir Dieksekusi Kerajaan Demak

“Misalnya, ikut melaut, bermain bola, karaoke, atau sekedar duduk dan menghabiskan waktu untuk bersenda gurau dengan masyarakat,” jelasnya

Fransiscus memaparkan, Desa Letman dan Desa Ohoidertawun berada sekitar 13 kilometer dari Kabupaten Langgur melalui jalur darat.

Di kedua desa tersebut masih memiliki tradisi, adat, serta budaya yang cukup kental.

Kendati begitu, masyarakat mau mengadopsi gaya hidup modern.

Baca juga: Nikolas Agung Sukses Pimpin AMKA Berkat Project Creating dan Strategic Partnership

Warga masyarakat di daerah tersebut sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, petani, supir, serta tukang bangunan.

Secara umum, fasilitas dari desa ke kota melalui jalur darat sudah lumayan memadai, tetapi sarana-sarana penunjang seperti marka jalan, lampu jalan, pom bensin, dan lainnya masih jarang dijumpai, bahkan belum ada di jalan kabupaten menuju ke desa.

“Walau berada jauh dari keluarga saat KKN, tetapi hal-hal yang kami alami dan dapatkan di Kei Kecil sangat luar biasa dan kami bawa sebagai pengalaman-pengalaman baru ketika pulang,”ucapnya.

Sementara Direktur Pengabdian kepada Masyarakat, Prof. Ir. Irfan Dwidya Prijambada, M.Eng., Ph.D., menyampaikan bahwa UGM secara rutin menerjunkan mahasiswanya dalam program KKN ke berbagai wilayah di Indonesia sejak tahun 1951 lalu.

Baca juga: Ungguli Kedelai, Sawit Memang Tanaman Penghasil Minyak Nabati Paling Efisien

Namun kegiatan KKN secara tatap muka sempat terhenti karena pandemi Covid-19 dan dilaksanakan secara daring.