Transtoto: Perhutani Sebaiknya Kelola Sumber Daya Hutan, Bukan Bisnis Kayu

303
Perhutani yang paling unggul dalam memuliakan hutan ketimbang berbisnis kayu. Foto: Instagram @sobi.id
Perhutani yang paling unggul dalam memuliakan hutan ketimbang berbisnis kayu. Foto: Instagram @sobi.id

KAGAMA.CO, JAKARTA – Bahwa Belanda dahulu sempat merencanakan Pulau Jawa di sebagian besar wilayahnya dirancang menjadi hutan lindung ternyata selaras dengan hasil penelitian Dr. Ir. Transtoto Handadhari, M.Sc sewaktu berdinas di Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XI Jawa-Madura di Yogyajarta antara 2002-2004.

Dari catatan hasil penelitiannya menyusun Land Position Map Jawa-Madura yang dibantu Ir. M. Firman Fahada diketahui bahwa luas lahan sangat rawan bencana (SRB) dan yang rawan bencana (RB) di dalam kawasan hutan Jawa seluas 1,7 juta hektare atau 12,73 persen dari daratan seharusnya mutlak dijadikan hutan lindung.

Sedangkan di luar kawasan hutan lahan SRB dan SR berjumlah 2,5 juta hektare atau sebanyak 20,62 persen dari daratan saat ini justru banyak berupa sayuran dan tanaman kentang yang seharusnya juga berlaku sebagai hutan lindung.

“Jadi hutan lindung seluruhnya yang diperlukan Jawa minimal 4,44 juta hektare atau 33,45 persen dari seluruh daratan Pulau Jawa yang luasnya 13,316 juta hektare,” tutur Transtoto, rimbawan KAGAMA sekaligus planolog senior kehutanan.

Baca juga: GeNose C19 Berhasil Publikasi di Dua Jurnal Internasional Bereputasi

Menurutnya angka di atas masih perlu ditambahkan lahan agak rawan bencana (ARB) yang luasnya baik di dalam dan di luar kawasan hutan adalah 3,97 juta hektare (29,86 persen) sehingga total hutan lindung dan kawasan perlindungan minimal harus ada seluas 8,42 juta hektare atau sebanyak 63,48 persen yang disebut lahan sensitif, yang karena diperlukan lahan penyangga selayaknya lahan sensitif yang harus dilindungi itu bisa berjumlah sampai tiga perempat tanah Jawa.

Dari pengalaman dan keberrhasilan pengelolaan hutan jati dan rimba di Jawa sejak abad 18, serta pelaku praktik sentralisasi manajemen sumber daya hutan satu-satunya di Indonesia yang relatif sukses, tidak diragukan Perhutani yang paling unggul dalam memuliakan hutan.

“Saya berpendapat Perhutani lebih layak menangani sektor hulu, pemuliaan hutan, bukan bisnis kayu yang bahkan bisa melunturkan dan merusak idealisme maupun patriotisme kerimbawanannya,” jelas Transtoto.

Pengaruh lingkungan bisnis komersial menurutnya memang sangat rentan, bisa semacam candu yang selama ini dirasakan negatif pengaruhnya terhadap keletarian hutan.

Baca juga: Manfaat Limbah Tempurung Kelapa yang Belum Banyak Orang Tahu

“Apalagi Jawa memerlukan hutan lindung sampai 70-80 persen dari daratan, pilihan memerankan Perhutani menjadi entitas bisnis murni bisa menjadi bumerang,” tegas Transtoto.

“Penanganan sektor hilir biarlah dilakukan pihak pengusaha industri swasta. Perhutani sebaiknya dilepaskan dari lingkup Badan Usaha Milik Negara (BUMN),” simpul Transtoto yang Direktur Utama Perum Perhutani 2005-2008 dan kini Ketua Umum Yayasan Peduli Hutan Indonesia itu. (*)