Arief Prasetyo Adi Kuliah Teknik Bangunan Jadi Master Pangan

518

Kedaulatan serta Kemandirian Pangan

Menurut Arief, ketahanan pangan Indonesia harus berdasarkan kedaulatan dan kemandirian pangan. Berdaulat maksudnya kita bebas memilih dan tak ada tekanan
bagi rakyat Indonesia memilih makanan yang hendak dikonsumsi, sedangkan mandiri artinya kita mampu memproduksi pangan sendiri.

“Salah satu tugas Bapanas adalah merumuskan kebijakan maka diperlukan neraca pangan yang mampu memberikan gambaran dalam pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri dan neraca (pangan) ini selalu diperbarui datanya,” imbuhnya.

Terkait perubahan iklim, terutama dalam hal meningkatnya suhu permukaan bumi, ia melihat kondisi ini, tidak hanya Indonesia yang mengalaminya namun juga negara lainnya. Guna menjamin produksi pangan dalam negeri tetap terjaga, ia berharap kementerian teknis, mampu melakukan terobosan dengan inovasi dalam produksi benih yang mampu tahan terhadap cekaman ekstrem, memiliki umur tanam genjah, hingga menyediakan infrastruktur pendukung untuk ketersediaan air.

Baca juga: Ini Syaratnya agar Indonesia Mampu Hadapi Ancaman Krisis Pangan Global

Bersama Presiden Joko Widodo mengunjungi pasar guna memastikan ketersediaan pangan untuk masyarakat. Foto: Dok. Pribadi
Bersama Presiden Joko Widodo mengunjungi pasar guna memastikan ketersediaan stok pangan dan harganya terjangkau daya beli masyarakat. Foto: Dok. Pribadi

Semua hal tersebut dibutuhkan kerja sama multisektoral yang saling menyokong demi terjaganya ketahanan pangan nasional. “Bapanas akan melakukan analisis dengan melihat komposisi, berapa kebutuhan, berapa produksinya, harus disiapkan untuk beberapa bulan hingga satu tahun ke depan. Bicara tentang El Nino, di Indonesia sifatnya sedang. Agustus dan September ini, Indonesia mengalami kekeringan. Untuk tanaman padi, kemungkinan baru bisa dipanen pada bulan Desember,” ungkap Arief.

“Oleh sebab itu, Bapak Presiden sudah meminta kepada saya untuk menyiapkan stok pangan hingga akhir tahun. Namun, saya perpanjang hingga April 2024 karena di situ ada hari raya Lebaran tahun 2024 sehingga sangat harus tersedia pangan yang cukup,” tambahnya.

“Khusus untuk beras dalam menghadapi ancaman El nino, Bulog sudah menyiapkan stok 1,3 juta ton dan kita akan tambah lagi sebanyak 800 ribu ton. Saya memiliki harapan yang besar untuk produksi dalam negeri kita mampu untuk memenuhi stok tersebut, namun jika tidak maka kita mau tidak mau kita harus mendatangkan beras dari luar negeri untuk memenuhi cadangan pangan pemerintah yang dikelola oleh Bulog, sehingga kita dapat melakukan intervensi untuk bantuan pangan dan stabilisasi harga,” ungkap Arief.

Menurutnya saat ini Indonesia sudah swasembada. Dia menyatakan definisi swasembada menurut FAO adalah apabila suatu negara bisa menghasilkan 90 persen pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Kalau Indonesia membutuhkan 30 juta ton beras, produksi berasnya saat ini mencapai 31 juta ton, itu berarti Indonesia sudah swasembada. Kalaupun kita mesti impor 10 persen dari 30 juta ton, 3 juta ton, maka itu tetap dikatakan swasembada. Jadi no issues bagi Indonesia untuk swasembada beras.

Baca juga: Cerita Gede Mantrayasa, Bangun Kebun Berdaya sebagai Sumber Pangan dan Ruang Kreatif Masyarakat

“Sama halnya dengan jagung, kebutuhan kita sebanyak 17 juta ton, produksi jagung nasional saat ini mencapai 18 juta ton, berarti Indonesia sudah bisa dikatakan swasembada jagung namun kita masih membutuhkan impor, sebab teknologi kita belum mampu menghasilkan jagung untuk industri. Pemerintah terus mendorong sektor swasta di tanah air agar bisa memenuhi kebutuhan jagung untuk industri ini,” ujar ayah dari dua anak ini.

Selain itu, Arief menyatakan, Indonesia untuk swasembada bawang merah, membutuhkan stok 1,2 juta ton dan produksinya 1,4 juta ton. Untuk bawang putih, kita tak perlu malu harus impor sebab tanaman ini hanya bisa berproduksi secara optimal di iklim sub tropis. Kebutuhan bawang 669 ribu ton, sedangkan produksi di dalam negeri hanya 23 ribu ton, itu sekitar 3 persen. Untuk kedelai, kita juga belum swasembada, meski memiliki potensi untuk mewujudkan hal tersebut.

“Ke depannya, tantangan ada di sektor produksi, Kementerian Pertanian (Kementan) harus mampu mengingkatkan produksi dengan segala intervensi yang diberikan secara langsung kepada petani. Itu halnya mengapa rekomendasi teknis untuk importasi berada di Kementan karena untuk mengurangi impor maka harus disiapkan produksinya agar importasi turun namun dapat disokong oleh produksi dalam negeri. Ini pekerjaan rumah kita bersama, tak hanya Kementan tapi juga seluruh kementerian dan lembaga, termasuk pelaku usaha.”

“Beberapa produk sudah berhasil seperti beras, daging ayam, jagung, dan telur. Kalaupun kita impor beras, itu semata-mata untuk pemenuhan cadangan pangan pemerintah. Pasalnya, panen itu terjadi beberapa tempat, perlu waktu, dan waktu tanam serta panen di tiap daerah tidak sama sehingga perlu kita perlu mempunyai cadangan pangan pemerintah. Impor beras dilakukan hanya untuk memenuhi cadangan pangan pemerintah,” kata Arief.

Baca juga: Berkat Teknologi dan Gaya Hidup, Ahmad Shofi Yakin Regenerasi Petani Akan Terwujud