Dokter Alumnus UGM Ini Niat Tekuni Filantropi dan Marketing Kesehatan Berkat Praktik di Pedalaman

3051

Baca juga: Peluang Mobile Photography di Dunia Profesional

Selama bekerja, dia memanfaatka bahan bakar seadanya untuk menghidupkan peralatan rumah sakit.

“Bahkan tidak ada perawat, jadi kami semua dokter harus bekerja sendiri. Banyak kasus yang kami temui harus kami tangani langsung, tidak keburu waktunya untuk melakukan rujukan ke rumah sakit lain.”

“Selain itu, cuaca juga tak menentu. Melawan cuaca di sana sama artinya juga mengorbankan nyawa. Karena angin bertiup kencang, speed boat tidak siap,” ujar alumnus S2 FK-KMK angkatan 2014 itu.

Menurutnya pengalaman ini bukan sebagai penjara. Para dokter bisa mendapatkan banyak pengalaman berjuang di tengah keterbatasan yang ada.

Dari pengalamannya ini, Jodi terinspirasi untuk belajar lebih banyak tentang manajemen dan administrasi rumah sakit. Tesisnya juga kemudian mengangkat tema tersebut dan mengaitkannya dengan isu marketing kesehatan.

Baca juga: Arbain Rambey: Kamera Handphone Bisa Kalahkan Kamera Profesional

Tahun 2018, terjadi bencana gizi buruk di Asmat, Papua. Jodi saat itu berkewajiban untuk membantu menangani kasus tersebut, sehingga dia kembali berangkat ke sana.

“Memperbaiki gizi itu bukan kita kasih makan saja, kemudian dia sehat. Ini butuh proses yang sangat panjang. Mereka butuh pemahaman gizi sehat secara turun-temurun.”

“Sejak saat itu saya didaulat untuk menekuni studi filantropi kesehatan dalam disertasi saya. Setalah itu, Saya terlibat dalam berbagai project filantropi kesehatan,” tutur dokter yang saat ini juga menjadi konsultan di Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) UGM itu.

Dalam berbagai projek tersebut, kata Jodi, seorang filantropi kesehatan tidak hanya membuat proposal yang bagus untuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak.

“Tetapi, juga membangun relasi dengan berbagai pendekatan yang sangat partisipatif, agar relasi terkesan dan simpati dengan kita,” tuturnya.

Baca juga: Amerika Latin, Catatan Perjalanan I