Baca juga: KAGAMA Jabar Siap Gelar Jalur Sutra untuk Hubungkan UMKM dan Destinasi Wisata Jabar-Magelang
Filantropi yang dia jalankan selama ini tidak hanya di bidang kesehatan. Jodi juga menekuni filantropi pendidikan, dengan mengajarkan ilmu-ilmu klinis ke anak-anak di pedalaman Afrika.
Sementara di bidang marketing kesehatan, Jodi mengungkapkan, beberapa orang kerap kali lupa dengan kode etiknya sebagai tenaga kesehatan jika sudah berhubungan dengan bisnis.
Namun, Jodi berusaha tidak melanggarnya. Dia percaya, dengan tetap memegang kode etik, marketing kesehatan tetap berjalan sesuai harapan.
“Kita bisa taruh buku etik kedokteran kita di meja kerja. Sesekali kita baca dan pilih mana yang cocok untuk dilakukan.”
“Misalnya kita mau endorse produk, bisa kita lihat dulu standarnya bagaimana dan etikanya seperti apa,” terang pria kelahiran Cilacap, Jawa Tengah itu.
Baca juga: Dirut BNI Syariah Alumnus Pertanian UGM: Potensi Industri Halal di Indonesia Rp3192 Triliun
Demikian juga dengan filantropi kesehatan. Ada segelintir tantangan. Kata Jodi, tidak hanya uang, tetapi juga dalam hal waktu, kemampuan interpersonal, dan ide yang filantropi berikan kepada orang lain.
Selain menjadi filantropi, marketer, dan konsultan, pria kelahiran 1986 ini juga fokus praktik sebagai dokter bidang aesthetic physician.
Sempat belajar mengenai pendidikan estetikan di dalam dan luar negeri, Jodi lalu mendirikan divisi estetika pada 2014 di Klinik Intan, tempatnya bekerja yang sudah berdiri hampir 20 tahun.
Di samping itu, dirinya juga menjadi Doctor of Board Lufthansa German Airlines, sebuah maskapai terbesar di Eropa sejak tahun 2013.
Dengan pembabaran pengalamannya ini, Jodi berharap alumni FK-KMK UGM bisa improve passion-nya dengan cara mengajar, banyak melakukan aktivitas klinis, dan memperbanyak riset agar siap menghadapi dunia kedokteran di masa depan. (Kn/-Th)
Baca juga: Dubes Wahid Serahkan Becak dari Sultan HB X kepada Salah Satu Museum Tertua di Rusia
