Kisah Mahasiswa UGM di Harvard Tahun 50-an, Amerika Sinis kepada Para Imigran

1544

Baca juga: Bebas dari Penyakit Musim Hujan ala Serat Primbon Jampi Jawi

Dalam proses perkuliahan semua mahasiswa tak dibiarkan hanya diam dan mendengarkan saja.

Tiap mahasiswa akan ditanya dan dipaksa menjawab suatu persoalan.

Berdasar pengalaman itu ia berharap segala sesuatu yang baik dari luar negeri dapat dicontoh dan diterapkan di tanah air.

Sinis Akibat Gejolak Perang Dingin

Di bulan ketiga, mahasiswa tersebut memiliki banyak waktu luang sehingga dia manfaatkan untuk berkeliling di beberapa kota.

Dia beberapa kali berputar-putar di antara Boston dan Washington guna mengunjungi beberapa perguruan tinggi di kedua kota tersebut.

Karena dia berkunjung ketika musim panas sedang berlangsung, maka tak banyak kegiatan yang dia jumpai di kampus-kampus tersebut.

Kebanyakan mahasiswa memilih untuk berlibur.

Setelah berkeliling dan berjumpa dengan banyak orang, dia melihat Amerika seperti halnya Indonesia yang ditinggali oleh masyarakat yang sangat beragam.

Baca juga: Hendra Amijaya, Jadi Pelatih Silat di Luar Kesibukan Akademik

Di sekitar kampus dia mendapati banyak orang-orang dengan sikap yang baik dan ramah terhadap pendatang.

Namun tak jarang beberapa dari orang yang dia temui justru bersikap kurang baik dan sinis terhadap pendatang, terutama para imigran.

Padahal dia menganggap Amerika merupakan negara yang menjadi salah satu tujuan para imigran.

Di stasiun, bandara dan beberapa fasilitas umum para petugas keamanan juga lebih ketat dan disiplin daripada di Indonesia saat itu.

Menurutnya, banyak petugas yang bersikap sinis dan tidak senang dengan para pendatang.

Bagi para pendatang dari luar negeri, ketika pertama menginjakkan kaki di bandara Amerika akan disambut dengan pertanyaan-pertanyaan politik yang harus dijawab.

Pemeriksaan tersebut tak lepas dari kondisi perang dingin yang saat itu bergejolak. (Thovan)

Baca juga: Tantangan Profesi dan Kurikulum Pendidikan Akuntansi di Era Digital