Tiga Hal Penting yang Membuat Wahyudi Anggoro Hadi Kembali ke Desa

4126

Baca juga: Prodi Biologi UGM Jadi yang Nomor 1 di Indonesia

“Pada saat itu, saya ditanya Pak Marchaban, ’Sudah lulus belum? Ayo diluluskan!’,” kenang alumnus Fakultas Farmasi UGM angkatan 1997 itu.

Dari pertemuan itu, Yudi disarankan Prof. Marchaban untuk mencabut surat pengunduran diri.

Pesan dari sang dekan pun bak penyelamat baginya. Sebab, Yudi akhirnya lulus pada 2008 meskipun menurutnya memegang rekor IPK terendah di UGM: 2,04.

Dia pun lulus dengan melewati tiga pergantian rektor. Masuk pada masa kepemimpinan Prof. Soekanto Reksohadiprodjo, lulus pada era Prof. Soedjarwadi.

“Saya kira tidak akan ada alumni yang lulus dengan IPK serendah itu,” ujar Yudi, berkelakar.

Meskipun lulus dari UGM dengan susah payah, Yudi mereguk hal yang membanggakan setelahnya.

Pasalnya, UGM memberikan dua penghargaan kepadanya. Yakni sebagai alumni berprestasi di bidang kebudayaan (2016), dan bidang pemberdayaan masyarakat (2019).

Baca juga: Membangun Harmoni di Tengah Isu Rasisme dan Diskirminasi

Yudi sadar bahwa dua prestasinya memang jauh dari disiplin ilmu sebagai apoteker.

Kendati demikian, ada satu ilmu yang didapat semasa kuliah dan dia terapkan selama memimpin Desa Panggungharjo. Ilmu itu adalah seni meracik.

“Prinsip seni meracik adalah hal yang senantiasa saya gunakan untuk membangun desa,” tuturnya.

Yudi mulai menjabat sebagai lurah desa Panggungharjo sejak 2012. Itu artinya, tahun ini dirinya sudah memasuki periode kedua hingga 2024 nanti.

Keputusan Yudi untuk mengabdi di desa tempat tinggalnya bukan hadir tanpa alasan.

Sebab, dia memiliki tiga alasan kuat mengapa harus kembali ke desa. Alasan pertama adalah desa punya tiga komoditas masa depan dunia.

“Desa memiliki tiga komoditas strategis untuk masa depan dunia. Desa punya air brersih, udara bersih, dan pangan sehat,” tutur Yudi.

Baca juga: Bupati Willem Wandik Sponsori Grup Konak Papua untuk Lestarikan Budaya Asli Daerah