Berpeluang Berkembang, Belis Butuh Keberpihakan Pemerintah, Investor, dan Jaminan Pasar

250

Peluang dan Tantangan Becak Listrik

Ada peluang pengembangan Belis karena pengemudi becak masih ada tetapi harus bersaing dengan bentor sehingga harus dipikirkan tempat pengaplikasian becak listrik tersebut secara terbatas dulu.

Dengan demikian ada ruang bagi pengembangan becak listrik.

“Di setiap tempat mangkal becak listrik ada charging sehingga ada infrastruktur harus dipikirkan kalau semua dibebankan kepada masyarakat ada keengganan dan menarik,” ujar Prof. Selo.

Sedangkan tantangan yang terbesar dalam pengembangan becak listrik adalah mengubah kebiasaan dari mengemudikan bentor ke becak listrik yang harus nge-charge.

Baca juga: Jaket Pendeteksi Kecelakaan Buatan Mahasiswa UGM

“Kalau teknologi saya kira sudah tidak ada kendala serta harus disertai kebijakan yang mendukung.”

“Keengganan pengemudi pindah dari bentor ke becak listrik apalagi becak kayuh sudah makin sedikit alias didominasi bentor.”

“Sebetulnya jika ada opsi konversi bercak listrik ada bantuan dan beroperasi di area tersebut gratis dan yang bentor tidak boleh maka orang akan berpikir untuk ikut mentaati,” ungkapnya.

Dekan FT UGM ini menyatakan teknologi sudah matang, pihak swasta bisa berperan termasuk peran infrastruktur Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).

Baca juga: Nikolas Agung Sukses Pimpin AMKA Berkat Project Creating dan Strategic Partnership

Skema SPKLU gratis perlu melibatkan stakeholder baik pemberi subsidi maupun mekanisme perbankan serta keuntungan pengusaha.

“Ini program jangka panjang guna mendukung green economic, saya kira secara simbolis Malioboro bisa menjadi tempat kampanye becak listrik di DIY.”

“Skema yang bagus adalah melibatkan seluruh stakeholder untuk bersama berpikir membentuk ekosistem besar kendaraan listrik,” terang Prof. Selo.

DIY bisa melek go green dengan mengembangkan kearifan kendaraan tradisional becak menjadi melek listrik.

Baca juga: KKN UGM Bantu Pengembangan Inovasi Produk Kopi Samosir

Maka, harus ada yang merangkai ekosistem besar agar tetap terjaga dan bisa berjalan baik.

UGM membuka peluang kerja sama dengan vokasi karena banyak yang butuh tempat magang.

“Kalau kita mau membangun ekosistem itu bersama beberapa pihak maka harus dipastikan setiap komponen bisa dirangkai bersama sehingga pemodal akan menentukan dan memastikan pemodal untung,” katanya.

Terkait pengembangan motor listrik, pihaknya belum mengembangkan lebih jauh saat ini, karena tengah mengembangkan mobil golf listrik.

Baca juga: INACEE 2022 Sukses Hasilkan Potensi Komitmen Dagang Rp5,95 Triliun

Sebelumnya, FT UGM pernah mengembangkan motor listrik guna support pengembangan motor Viar di Semarang.

Namun masih dimungkinkan ada kerja sama antara UGM dengan swasta untuk pengembangan motor listrik.

“Kita melihat dunia otomotif, komponennya sudah dalam negeri, pemerintah sebenarnya sudah membuat aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 30 persen, namun belum bisa diwujudkan.”

“Saya menduga kurang keseriusan dalam mengawal TKDN,” jelas Dekan FT UGM.

Baca: Jasa Raharja Gandeng PNM Tingkatkan Keselamatan Pengendara Motor Wanita

Guna mengembangkan motor listrik dibutuhkan investasi dan jaminan pasar  menyerap produknya.

Dalam hal ini perlu merangkai potensi industri motor listrik secara keseluruhan hingga dipakai pasar agar bisa tumbuh.

Mengingat merebut pasar yang menyerap produk tidaklah mudah.

Ada peluang mengembangkan motor listrik tetapi perlu ada yang menggerakkan potensinya.

Baca: G2R Tetrapreneur dan BRIN Berkolaborasi Bumikan Ekonomi Pancasila

“Saya pikir harus dimulai dari pasar sebagai jaminan produk akan digunakan oleh pasar.”

“Untuk mendorong pengguna memilih kendaraan listrik maka kebijakan harus didukung insentif modal dan sebagainya harus dipikirkan khusus jangka panjang yang dimungkinkan lebih menguntungkan.”

“Saya tetap melihat dari sisi konsumen yang masih perlu diedukasi dan diberikan insentif menggunakan kendaraan listrik,” pungkasnya. (*)