Berpeluang Berkembang, Belis Butuh Keberpihakan Pemerintah, Investor, dan Jaminan Pasar

250

Usaha Penyesuaian Era

Awalnya, Belis dibuat sebagai usaha penyesuaian era modern bagi para tukang becak.

Dengan tenaga listrik, maka efek gas rumah kaca bisa dikurangi sehingga tukang becak bisa lebih ringan dalam menjalankan becaknya.

Program ini dalam dalam rangka membirukan langit dan memanusiakan tukang becak.

Baca juga: Peran Kerajaan Nusantara dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Biaya pengembangan becak listrik ini bisa bersaing dengan bentor, sedangkan biaya operasionalnya hanya 10 persen dari biaya operasional bentor.

“Karena dulu hanya uji coba prototipe beberapa becak listrik yang diberikan kepada beberapa pengemudi becak ternyata gaungnya tidak terdengar lagi.”

“Kita sifatnya hanya konversi dan basisnya pendanaan dari PLN dan RNI, namun sayangnya belum ada lagi pihak-pihak yang tertarik mendanai pengembangan Belis saat ini,” katanya.

Pihaknya memang bisa mengajukan proposal ke PLN ataupun pihak terkait lainnya, tetapi memang serapan atau antusias pasar pada becak listrik masih kurang menarik.

Baca juga: Rika Fatimah: Kodrat Perempuan Itu Sempurna

Harus ada regulasi yang mengatur pelarangan bentor, insentif bagi pengemudi yang pindah ke becak listrik.

Sebab tanpa ada dukungan dan diserahkan kepada mekanisme pasar adalah cara paling praktis.

Sebetulnya, ucap Prof. Selo, dari sisi harga lebih murah becak listrik, namun apabila jangka panjang harga bentor lebih murah apalagi motornya yang dipakai adalah motor bekas dan operasional bensin.

“Saya melihat belum komprehensif dan sistematis terkait konversi kendaraan berbahan bakar minyak ke listrik seperti motor listrik yang susah sekali pengurusan laik jalan atau STNK.”

Baca juga: Rika Fatimah: Kodrat Perempuan Itu Sempurna

“Pengemudi perlu semacam STNK dan ada mekanisme pembayaran pajak yang sayangnya membutuhkan waktu yang lama sekali,” tuturnya.

Usut punya usut kerumitan tersebut dialami Tim Arjuna EV UGM saat mendapatkan hadiah empat unit motor listrik Smoot dari PERIKLINDO sebagai apresiasi atas pengembangan kendaraan bermotor listrik di Indonesia.

Motor Smoot ini adalah sepeda motor yang menggunakan motor baterai berkapasitas 1,5 kWh.

Namun pada saat mau diurus surat-suratnya ternyata susah sekali sehingga diputuskan dipakai di internal kampus.

Baca juga: G2R Tetrapreneur, Inovasi Ikon Perempuan Indonesia dalam Kewibawaan Ekonomi Keluarga

Prof. Selo yang menuntaskan pendidikan S2 di Norwegia ini mencontohkan, kendaraan listrik sudah digalakkan di Norwegia.

Pemerintah Norwegia tidak tanggung-tanggung memberikan insentif yang luar biasa seperti bebas pajak pembelian, dapat tempat parkir gratis di mal dan sebagainya.

Alhasil sekarang kendaraan listrik di Norwegia sudah menjadi pilihan masyarakatnya.

Untuk itu, pemikiran transisi kendaraan listrik harus didukung dengan peraturan yang support ke sana.

Baca juga: Pemerintah Perlu Atur Ulang Prioritas Kemanan dan Perlindungan Privasi

Hal ini  membutuhkan biaya besar untuk insentif dan sebagainya.

Tetapi jika berpikir ini untuk keberhasilan transisi maka harus dilakukan.

“Investasi awal becak listrik sebenarnya lebih murah apabila dibandingkan dengan bentor baru, karena bisa diset dan dikayuh lalu merangkai saja jadi cukup simpel dikasih becak.”

“Bentuknya masih becak hanya ditempelkan mesin dan baterainya serta masih dikayuh seperti biasa,” tuturnya.

Baca juga: Begini Strategi Destiawan Soewardjono Sehatkan Waskita Karya