Pengelolaan Sawit Berkelanjutan Berbasis Teknologi sebagai Upaya Melawan Kampanye Negatif Sawit Indonesia di Pasar Global

289

Kampanye Negatif

Namun, teks RED II yang disetujui menetapkan bahwa kontribusi dari kategori bahan bakar nabati tertentu, terutama yang memiliki risiko tinggi terhadap perubahan penggunaan lahan tidak langsung (bentuk kampanye negatif) dan dari perluasan makanan atau bahan baku, yang area produksinya secara signifikan merupakan lahan dengan stok karbon tinggi akan dibatasi pada tingkat konsumsi tahun 2019.

Baca juga: Bioenergi dari CPO Kelapa Sawit Bisa Jadi Solusi Implementasi RUU Energi Baru dan Terbarukan

Kampanye negatif sawit ini terkait RED II ini banyak sekali digunakan Bangsa Eropa.

Black campaign selalu menjadi hambatan dan momok bagi industri sawit Indonesia dalam melakukan perdagangan sawit ke pasar global.

Menurut hemat saya bahwa isu black campaign yang bermain di level “narasi” dengan dipenuhi kepentingan politik negara-negara Eropa dalam melindungi produk minyak nabati dengan melanggar fair trade yang disepakati dalam Organisasi perdagangan dunia (WTO).

Permainan narasi ini sebenarnya tidak efektif kalau di-counter dengan “narasi” juga, seperti narasi “sawit baik” misalnya.

Baca juga: Ungguli Kedelai, Sawit Memang Tanaman Penghasil Minyak Nabati Paling Efisien

Malahan hal tersebut justru mendapat sentimen negatif dari masyarakat internasional.

Apabila pemerintah ingin merumuskan contra narasi atas black campaign, pemerintah harus bisa untuk menyediakan data atau recording mengenai tata kelola kebun yang berkelanjutan sesuai dengan standar internasional, guna menunjukkan bahwa CPO yang Indonesia hasilkan berasal dari tata kelola perkebunan yang baik atau sustainable.

Sayangnya, selama ini belum ada yang melakukannya hingga saat ini sehingga counter narasi kampanye negatif sawit terus berlangsung tanpa mendapatkan hasil yang memuaskan.

Untuk itu implementasi teknolgi berbasis Revolusi Industri 4,0 (4IR) perlu diimplementasikan dalam pengelolaan sawit yang sangat massif dan luas ini.

Baca juga: Pembatasan Gerak Industri Sawit adalah Sebuah Kolonialisme Baru di Indonesia

Penggunaan Internaet of Thing (IoT), teknologi cloud, dan kecerdasan buatan merupakan inovasi yang dapat dilakukan dalam manajemen pengeloaan industri sawit.

Untuk itu “digitalisasi perkebunan sawit” akan menjadi sumber data yang valid di era 4IR.

Apalagi “data merupakan new oil” sehingga dengan data yang dihasilkan dari industri sawit akan menjadi sumber pengetahuan yang luar biasa.

Saya optimis dengan data yang valid dan akurat tentang sawit Indonesia dapat membungkam black campaign yang selama ini merugikan Indonesia.

Baca juga: Minyak Sawit Merah Alami Bisa Tingkatkan Imunitas Tubuh terhadap Covid-19

Saya yakin Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan wewenang yang dimiliki dapat menjadi motor dalam pengelolaan digitalisasi pengelolaan industri sawit menuju kejayaan sawit Indonesia. (*)

Benito Rio Avianto
Ahli Ekonomi ASEAN dan Analis Kebijakan Ahli Muda Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian