Malkoordinasi dan Komunikasi di Tengah Kondisi Covid-19

328
Satu artikel dari Dr. R. Ahmad Buchari, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran yang jufga bertugas sebagai Humas Pengda KAGAMA Jawa Barat
Satu artikel dari Dr. R. Ahmad Buchari, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran yang jufga bertugas sebagai Humas Pengda KAGAMA Jawa Barat

Oleh Dr. R. Ahmad Buchari*

 

JAWA BARAT – Sejak Maret lalu ketika kasus Covid-19 positif pertama diumumkan pertama oleh pemerintah, masyarakat seakan terhenyak dengan apa yang baru saja mereka lihat alami dan rasakan. Seakan mereka seperti terbangun dari mimpi indah dimana Indonesia merupakan negara yang tidak mempan dengan virus Covid-19.

Pemerintah dengan semangat yang luar biasa melaksanakan quick respon yang mengingnkan perubahan secara signifikan dari kondisi terburuk yang mungkin terjadi. Namun, kita seperti menjadi penonton dari pertunjukan besar yang dilakukan pemerintah. Jelas sekali terlihat bahwa seakan akan ada sebuah tekanan yang besar menjadi beban bagi pemerintah untuk mengambil tindakan tegas dari penanganan virus Covid-19 ini.

Kita mencium aroma intervensi akan hal ini. Pemerintah pusat dan daerah seakan berjalan sendiri sendiri dalam penangan kasus virus Covid yang sedang terjadi melanda negeri ini.
Tekanan yang mengintervensi pemerintah bisa saja dari berbagai bidang baik dari sektor industri tekstil, otomotif serta bahan kebutuhan pokok dan sektor lain seperti pariwisata perhubungan dan jasa. Bukan tidak mungkin para pemilik modal bahkan yang sudah terlanjur ada deal dengan pemerintah akan berupaya memberikan tekanan dalam penangan Covid-19.

Pemerintah mengambil langkah nyata dalam penangan ini sehingga keluarlah Kepres No. 9 tahun 2020 tentang Gugus Tugas percepatan penanganan virus corona Covid-19. Tidak tanggung tanggung, komando gugus tugas ini dipercayakan kepada Kepala BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), yaitu seorang prajurit komando berpangkat Letnan Jenderal Aktif.

Baca juga: Upaya KAGAMA Sekar Gending Sadarkan Masyarakat untuk Mampu Bertahan pada Masa Pandemi

Langkah tersebut disusul Kepres No. 11 tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan. Tidak cukup sampai di situ, keluarlah juga Kepres No 21 tentang PSBB (Pembatasan Sosia Berskala Besar). Dari semua payung hukum yang ada apakah cukup untuk menekan angka penyebaran?

Masalah lain timbul ketika berbicara tata kelola pemerintahan, ada 3 aturan yang berbeda yang mengatur kejadian ini yaitu UU No. 4/1984 tentang Wabah UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, dan UU no. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Kegiatan ini menuntut keterlibatan banyak lembaga dari Kemenkes, BNPB, Kemendagri, Kemenlu, Kemenhub dan lain-lain, serta jangan lupakan pemerintah daerah seperti gubernur, bupati dan walikota.

Selain menghadapi wabah ternyata kita juga ada kendala yang sangat luar biasa yaitu mengenai Big Data terutama berkaitan dengan sektor publik. Hal ini terjadi karena mindset kita akan kebutuhan data masih kurang. Kecukupan informasi pun masih minim kurangnya ahli dalam bidang yang sedang terjadi, dan yang paling menonjol kaitan solusi di bidang teknologi. Tentunya hal ini memberi dampak pada adanya resistensi politik dan semrawutnya masalah hukum, dimana sulit sekali membedakan hak dan kewajiban.

Fenomena yang terjadi menyebabkan dampak yang sangat jelas terutama di pemerintahan daerah. Dalam pengeloaan Covid-19 membutuhkan siklus bahkan sampai satu tahun ke depan sehingga keadaan benar benar terkendali, yakni melaksanakan koordinasi dengan pemerintahan yang lain. Memang ada upaya untuk mengatasi hal ini, seperti membuka proteksi kepentingan para stake holders, mengevaluasi RJPMD serta memperbaiki hubungan pusat-daerah.[]

 

*Humas Pengda KAGAMA Jawa Barat, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran

Baca juga: Tengok Aksi KAGAMA Bali Menebar Kebaikan Lewat Gerakan Canthelan