Konsep New Normal dalam Pandangan Orang Jawa

1283

Baca juga: Solusi Penggemukan Ternak Jelang Idul Adha

Lebih lanjut, selain karena ulah Batara Kala, Rudy menjelaskan, pageblug bisa terjadi karena raja yang kurang arif dalam menyikapi hidup. Baik kepada sesama manusia, sang pencipta, atau alam semesta.

“Contohnya dalam wayang madya terekam cerita Prabu Ajipamasa alias Kusumawicitra (Raja Pengging),” tutur Rudy.

“Kala itu, terjadi bencana besar di Pengging. Ada pageblug dan banjir besar karena Ajipamasa menebang sebuah pohon besar tanpa dosa.”

“Pohon itu ditebang hanya karena menyebabkan anaknya tersandung,” terang lelaki asal Solo ini.

Pelajaran yang bisa diambil dari pageblug di Pengging adalah bencana tentu akan terjadi jika pohon besar ditebang. Pasalnya, pohon merupakan tempat serapan air dan paru-paru bumi.

Baca juga: Kenangan Bersama Sosok Umar Kayam Semasa Kuliah di UGM

Di sisi lain, pageblug juga diyakini orang Jawa sebagai hal yang pasti terjadi. Yakni wujud berjalannya ala-hayu (kebaikan-keburukan) yang berdampingan.

Karena itu, Rudy menerangkan, manusia hanya bisa darma lumakya, mati urip papa mulya atas saking karsaning abathara (berpasrah diri menjalani mati-hidup, sengsara-mulia, semuanya telah menjadi kehendak Yang Maha Kuasa).

“Pageblug dianggap sebagai kepastian. Sebab, bencana tidak mesti karena azab atau hukuman. Namun, juga bisa bermakna ujian dan peringatan yang tak terelakkan,” ucap Rudy.

“Alam pikir orang Jawa tidak memandang hidup untuk memenangi pertarungan, tetapi mengembalikan keselarasan.”

“Karena orang Jawa mengangagap manusia adalah bagian dari rumah tangga alam semesta, sama dengan makhluk lain,” paparnya.

Baca juga: Resmi Nahkodai KABIDGAMA 2020-2022, Indri Ingin Kembangkan Potensi dan Ide Alumni dengan Kolaborasi