Cerita Ketua KAGAMA Bogor Raya Berguru kepada Orang-orang Berdarah Biru Semasa Kuliah

1732

Baca juga: Apoteker Alumnus UGM Beberkan Jenis Sabun yang Cocok untuk Basmi Virus Corona

Namun, Yoeswar secara perlahan mulai terbiasa dengan bahasa Jawa. Ketika itu dia tinggal di kos tempat neneknya.

Sang nenek tak bisa berbahasa Indonesia, Yoeswar mau tidak mau harus belajar bahasa Jawa, sehingga ketika kuliah dia sudah mulai memahami maksud yang disampaikan para dosennya.

Ketika mengikuti kelas di kampus Pagelaran Kraton Yogyakarta, Yoeswar terkesan dengan para dosennya, yang ternyata merupakan orang-orang “darah biru”.

“Yang ngajar orang-orang berdarah biru semua. Terlihat dari nama depannya RM dan KRT. Teman-temanku beberapa di antaranya juga anak-anaknya ‘orang besar’ semua,” ujarnya.

Meskipun demikian orang-orang “darah biru” ini, kata Yoeswar, justru tampil dengan sederhana. Para dosen masih suka menggunakan mobil tua ke kampus.

Baca juga: Upaya KBRI Den Haag Lindungi Mahasiswa Indonesia di Belanda di Tengah Wabah Covid-19

Begitu juga dalam berpakaian, sangat berbeda dengan sekarang yang selalu mengenakan pakaian rapi, seperti menggunakan jas dan dasi.

“Kalau dulu tidak segitunya, dosen saat itu mengenakan baju lengan pendek yang dikeluarkan dari celana, kemudian memakai sepatu sendal.”

“Dalam hati saya bilang, mereka sederhana sekali padahal orang Kraton,” ungkapnya.

Sama seperti ketika berbicara, para dosen “berdarah biru” ini tidak pernah sekalipun mengeluarkan kata-kata atau bersikap sombong di depan orang.

Selain dosen, beberapa sudut kampus di Ngasem meninggalkan kenangan bagi Yoeswar semasa mahasiswa yang tak terlupakan.

Baca juga: Dubes Djauhari Sebut Satu Kunci Tiongkok Turunkan Angka Pasien Covid-19