Cerita Ketua KAGAMA Bogor Raya Berguru kepada Orang-orang Berdarah Biru Semasa Kuliah

1710
Yoeswar melihat UGM sejak dulu adalah universitas ndeso. Para alumni dan dosennya tidak ada yang
Yoeswar melihat UGM sejak dulu adalah universitas ndeso. Para alumni dan dosennya tidak ada yang "sok gagah". Semua berpenampilan sederhana meskipun memiliki jabatan tinggi. Foto: Ist

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Jelang lulus SMA, dr. Yoeswar A Darisan berpikir keras tentang jurusan yang akan diambilnya di perguruan tinggi.

Pria asal Padang, Sumatera Barat ini di masa depan mengidamkan sebuah pekerjaan yang tak perlu susah payah dicari.

Yoeswar kemudian memilih jurusan Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran (sekarang FK-KMK) UGM sebagai pilihan pertama.

“Kalau nggak ada rumah sakit yang menerima, dokter masih bisa buka praktik,”ungkapnya saat dihubungi Kagama belum lama ini.

Selanjutnya dia menentukan pilihan kedua, Yoeswar mengambil jurusan Teknik Elektro UGM

Momen Nitilaku UGM bersama Bapak Rektor. Foto: Ist
Momen Nitilaku UGM bersama Bapak Rektor. Foto: Ist

Baca juga: Kalimat Pertama Menhub Budi Karya Sumadi Setelah Sembuh dari Virus Corona

Jika tidak ada perusahaan yang mau menerimanya, dia berpikir masih bisa membuka usaha.

Beruntunglah Yoeswar diterima di pilihan pertama dan resmi menjadi mahasiswa UGM tahun 1975.

Saat pertama kali menginjakkan kaki di kampus FK UGM di Ngasem, Yoeswar merasa kebingungan.

Hampir semua dosen dan mahasiswa berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa.

“Saya besar di Jakarta, guru-gurunya tidak sering menggunakan bahasa Jawa. Jadi meski saya sudah lama tinggal di Jawa, berbahasa Jawa masih susah bagi saya waktu itu,” kenangnya.

Baca juga: Prof. Soekanto Reksohadiprojo dalam Memori: Tentang Kebijaksanaan, Kecerdasan dan Humanisme