Musyawarah Inklusif Dibutuhkan Demi Penggunaan Dana Desa yang Lebih Optimal

248

Baca juga: Sikap Terpuji Presiden Joko Widodo dalam Duka Kepergian Sang Ibunda

Misalnya, Kemendestrans mempersilakan desa yang sudah memiliki tanah bengkok untuk kembali dimanfaatkan, serta mempersilakan desa-desa untuk melestarikan pranata-pranata adat yang dimiliki.

Berikutnya, ada kewenangan di tingkat lokal desa, yang disebut subsidiaritas.

“Nah, di dalam ‘ruang’ ini kita belum dihadapkan pada opsi-opsi pengambilan keputusan yang komprehensif,” tuturnya.

Saat pertama kali menjalankan amanat di Kemendestrans, terutama terkait prioritas penggunaan dana desa, Anwar dan timnya berpikir bagaimana penguatan masyarakat di tingkat desa ini bisa terealisasi.

“Maka dari itu, peraturan pemerintah tentang musyawarah desa yang betul-betul kita tekankan waktu itu,” ujar Wakil Ketua Umum PP KAGAMA ini.

Baca juga: Kenangan Rektor UGM Panut Mulyono kepada Almarhum Prof. Iwan Dwiprahasto

Menurutnya, musyawarah merupakan instrumen bagi seluruh kepentingan di desa, supaya lebih terarah dalam merumuskan, menjalankan, dan melakukan monitoring kebutuhan.

Dia menegaskan kembali, salah satu bagian dari UU Desa mengharuskan musyawarah yang inklusif.

Dalam hal ini, musyawarah harus bisa mengakomodasi seluruh kelompok kepentingan di desa.

“UU itu sebuah potret utuh konstruksi yang setingkat dengan konstruksi negara. Panggungnya adalah musyawarah desa. Di tengah segala keterbatasan, musyawarah inklusif itu kita usahakan harus ada,” jelas Anwar.

Jangan sampai kebijakan dibuat dengan sembrono. Anwar menyarankan agar ada semacam review kebijakan untuk Kemendestrans

Baca juga: Work From Home akibat Corona, Berikut Stok Makanan yang Praktis dan Tahan Lama