
KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Sudah lima tahun perjalanan kita memahami dan menjalankan mandat dari UU NO.6 Tahun 2014 Tentang Desa.
Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendestrans), Anwar Sanusi, Ph.D., memohon maaf bila Kemendestrans belum sepenuhnya mampu menyesuaikan diri dengan mandat dan suasana kejiwaan yang diamanahkan dalam UU Desa, baik dalam berbagai kegiatan maupun programnya.
“Kami banyak menerima masukan bahwa Kemendestrans masih dinilai teknokratis. Masih terjebak dalam paradigma administrasi,” ujar Anwar dalam Diskusi Publik Menuju Desa Inklusif 2020 beberapa waktu lalu.
Alumnus Departemen Politik Pemerintahan UGM itu menuturkan, pihaknya dihadapkan pada pilihan yang agak sulit.
Masyarakat desa dinilai memiliki ruang yang sangat luas, sehingga peraturan pemerintah mengenai prioritas dana desa tidak diperlukan.
“Namun, bila kita lepaskan, mungkin kemudaratannnya lebih besar daripada kemanfaatannya. Di lima tahun ini kita masih fokus pada dana desa,” jelasnya.
Uang dalam konteks dana desa, kata Anwar, menarik dibicarakan, apalagi belakangan masih ramai isu soal desa siluman.
Anwar kembali menegaskan, UU Desa sekarang dengan yang sebelumnya memiliki perbedaan.
Saat ini, UU tersebut memiliki dua prinsip yakni rekognisi dan subsidiaritas.
Artinya, pemerintah melakukan rekognisi terhadap asal usul yang ada di desa tersebut.
Baca juga: KAGAMA Gelanggang Lahirkan Aksi Gelanggang Bergerak untuk Amankan UGM dari Corona