Sumbangsih Mahasiswa UGM di Awal Kemerdekaan RI

709

Pengerahan Tenaga Mahasiswa

Selain bidang olahraga, mahasiwa UGM tahun itu juga turut menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam bentuk Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM).

Program tersebut berupa penerjunan mahasiswa ke daerah pelosok untuk mengajar di sekolah-sekolah yang kekurangan tenaga pengajar.

Saat program tersebut dimulai, UGM telah berpartisipasi dengan mengirim 60 mahasiswa.

Salah satu pesertanya adalah Koesnadi Hardjasoemantri, yang kelak menjadi rektor UGM.

PTM terus diselenggarakan selama beberapa tahun dan mahasiswa UGM selalu berpartisipasi.

Di kemudian hari PTM berkembang menjadi KKN dengan metode dan rincian program yang semakin beragam.

Baca juga: Plontjo dan Plontji dalam Penyambutan Mahasiswa Baru UGM Tahun 50-an

Buku Murah dan Urun Rembug Perundang-undangan Perguruan Tinggi

Di bidang perbukuan, kala itu mahasiswa-mahasiswa UGM membentuk suatu badan usaha pembelian buku.

Hal itu guna menanggulangi mahalnya harga buku yang tersedia di pasaran.

Badan usaha tersebut akhirnya mampu mengusahakan diskon buku hingga 50 persen untuk para mahasiswa UGM.

Selain itu, mahasiswa UGM juga turut terlibat di bidang perundang-undangan mahasiswa UGM.

Saat itu Indonesia belum lama merdeka, sehingga perangkat hukum yang ada perlu disempurnakan.

Baca juga: Para Lulusan Insinyur Pertama di UGM

Salah satu yang menjadi sorotan saat itu adalah perlunya undang-undang perguruan tinggi.

Para mahasiswa melihat belum adanya peraturan yang memberi payung terhadap pendidikan Indonesia.

Melalui tulisan di media dan dialog dengan pihak terkait, mahasiswa UGM berbondong-bondong mendorong terbentuknya undang-undang tersebut.

Usulan dari mahasiswa biasanya dimuat dalam satu terbitan majalah atau pers mahasiswa di UGM yang kala itu setara dengan media-media nasional lainnya.

UGM memiliki dua majalah saat itu, yaitu Majalah Gama dan Majalah Gadjah Mada.

Baca juga: Mengatasi Cedera Saraf Lebih Cepat dan Murah

Karena diproduksi oleh para mahasiswa UGM, lembaran majalah tersebut laku hingga keluar negeri.

Bahkan beberapa terbitan majalah tersebut dicetak dengan dua bahasa.

Keberadaan kedua majalah tersebut turut mengukuhkan peran dan sumbangsih mahasiswa UGM dalam merintis cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Melalui dua majalah tersebut para mahasiswa UGM melancarkan tak hanya usulan, tapi juga kritik terhadap UGM maupun pemerintah saat itu.

Pernah di salah satu terbitan turut dimuat sebuah reportase panjang mengenai korupsi di UGM dan lamanya pembangunan beberapa gedung waktu itu. (Thovan)

Baca juga: UGM Raih Peringkat 37 se-Asia pada 1997