GeNose C19 Berhasil Publikasi di Dua Jurnal Internasional Bereputasi

309

Sudah Tidak Diproduksi

Lebih lanjut Kuwat memaparkan GeNose C19 saat ini memang sudah tidak diproduksi lagi.

Baca juga: Nikolas Agung Sukses Pimpin AMKA Berkat Project Creating dan Strategic Partnership

Namun, pihaknya terus melakukan pengembangan AI selain untuk deteksi Covid-19, GeNose kedepan juga dikembangkan menjadi alat diagnostik beragam penyakit lain.

Beberapa diantaranya adalah deteksi kanker serviks melalui sampel urine pasien, deteksi TB melalui sampel nafas pasien, deteksi sepsis pada neonates lewat sampel feses pasien, serta deteksi jenis bakteri pada ulkus diabetikum.

“Dalam bidang medis, beberapa mesin GeNose C19 yang merupakan mesin cadangan saat ini menjalani uji profiling yang segera dilanjutkan untuk uji diagnostik secara non-invasif untuk detksi kanker serviks, TB, sepsis, dan jenis bakteri di ulkus diabetikum.”

“Selain untuk deteksi Covid-19, GeNose C19 yang ada saat ini nantinya bisa dipakai untuk deteksi keempat penyakit tersebut dengan sedikit penyesuaian dan modifikasi pada bagian samplingny,” urainya.

Baca juga: Peran Media Sosial dalam Demokrasi Indonesia

Peneliti GeNose lainnya, dr. Dian Kesumapramudya Nurputra, M.Sc, Ph.D, Sp.A., menyatakan bahwa Genose C19 pada tahun 2021 telah dipergunakan secara luas.

Pemanfaatan alat ini dengan menggunakan skema emergency use authorization (EUA) sebagai bagian bentuk hilirisasi dan tindakan cepat dalam upaya untuk berkontribusi mengendalikan penyebaran virus Covid-19.

Proses pengerjaan dua publikasi GeNose ini tidaklah dikerjakan dalam jangka waktu sebentar.

Pengumpulan data dan penulisan telah dilakukan sejak tahun 2020. Proses submisi sudah dilakukan sejak “patent granted” di tahun 2021 dan setelah melalui revisi dan diskusi intensif dengan reviewer kemudian manuskrip riset GeNose bisa diterima.

Baca juga: Manfaat Limbah Tempurung Kelapa yang Belum Banyak Orang Tahu

Dian mengatakan bahwa banyak para ahli, akademisi dan masyarakat ilmiah mempertanyakan mengapa publikasi GeNose tidak keluar lebih dahulu baru kemudian dilakukan hilirisasi agar tidak terjadi penolakan dan kontroversi.

Proses hilirisasi dalam kondisi pandemi normal umumnya publikasi dilakukan setelah uji klinis lalu pendaftaran ke Dirjen Farmalkes untuk mendapat izin edar.

Namun, dalam kondisi pandemi Covid-19, setelah proses uji klinis, hasil uji klinis dapat diajukan langsung ke pendaftaran izin edar, sembari menunggu proses publikasi.

“Bisa dibayangkan jika GeNose C19 saat itu mengikuti alur hilirisasi normal, selain pemanfaatan baru akan keluar pada tahun 2022 di mana kasus sudah tidak dominan sehingga hilirisasi tidak tepat waktu.”

Baca juga: Benarkah Kebun Sawit Penyebab Kerusakan Hutan Dunia?

“Selain itu akan kalah jauh dengan breathalizer lain yang sedang diaplikasikan di dunia,” tuturnya.