Apa Saja yang Harus Disiapkan Indonesia untuk Menghadapi New Normal?

429

Baca juga: Lewat Gerakan Belanja di Desa, G2R Tetrapreneur Bantu Salurkan Sembako ke Desa-desa Pinggiran di Yogyakarta

Doni melihat kondisi di Pulau Jawa, sebagian besar angka reproduksi efektifnya sudah mendekati 1, tetapi masih fluktuatif.

Angka reproduksi fluktuatif, kata Doni, juga tergantung pada penemuan dan pelaporan kasus.

Pasca Hari Raya Idul Fitri kemarin, jumlah kasus di beberapa daerah berkurang. Mungkin karena beberapa fasilitas seperti laboraturium libur, sehingga tidak ditemukan kasus baru.

Kemudian penularan berkurang, karena tenaga medis tidak terlalu aktif melakukan tracing.

“Jadi untuk memastikan angka reproduktifnya kurang dari 1, maka kita harus lebih dulu melakukan evaluasi terhadap proses penemuan dan pelaporannya,” ujar koordinator tim respons Covid-19 UGM ini.

Baca juga: Upaya G2R Tetrapreneur untuk Bantu Rumah Tangga Miskin di Masa Pandemi Covid-19

Selanjutnya, kata Doni, prasyarat yang tak kalah penting adalah sistem kesehatan yang selayaknya memiliki kapasistas cukup untuk menampung kasus-kasus yang ada.

Jikalau ada peningkatan kasus, minimal sistem kesehatan bisa menampung sebanyak 20 persen. Perencanaan dan pemrograman pencegahan Covid-19 juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sistem kesehatan.

Berikutnya adalah kapasitas surveilans yang kuat. Dengan mobilitas penduduk tinggi dan jumlah kasusnya lebih sedikit, maka transisi penyakit antar populasi bisa semakin besar.

Apabila ingin menerapkan New Normal, setidaknya masyarakat bisa belajar dari Papua, salah satu daerah dengan tingkat penularan penyakit Malaria paling tinggi.

“Bagaimana caranya kita hidup dengan penyakit. Tetap bisa produktif, tetapi kita terhindar dari Covid-19,” ujar ahli epidemiologi itu.

Baca juga: Ideologi Pancasila: Sebuah Doktrin Komprehensif atau Konsepsi Politis?