Wabah Covid-19 Persulit Pengendalian Karhutla, Begini Kata Rimbawan KAGAMA

262

Baca juga: UGM Salurkan Bantuan Logistik Berupa Sembako kepada Mahasiswanya

Meski demikian, ada beberapa faktor turunan lain yang sangat kompleks.

Pertama adalah kebiasaan masyarakat menggunakan api sebagai cara termurah dalam membuka ladang.

Kedua, Transtoto menyebut adanya angin yang memasok oksigen sebagai syarat pembakaran.

“Aksesibilitas petugas yang sulit menjangkau lokasi, proses buka lahan hutan ilegal terutama jual beli lahan sawit rakyat,” tutur Transtoto.

“Sampai ke hal-hal terkait budaya masyarakat seperti budaya sonor dan nglebung untuk mencari ikan dan lainnya,” jelas pria asal Jogja ini.

Baca juga: Meningkatkan Motivasi Belajar Anak Selama School From Home

Selain itu, Dirut Perhutani 2005-2008 ini juga mengatakan faktor perizinan juga ikut memengaruhi.

Yakni perizinan bagi masyarakat untuk membakar lahan seluas 2 (dua) hektar yang tertera dalam UU 32/2009 dengan payung kearifan lokal.

Ada pula penerbitan izin pinjam pakai, serta alih fungsi dan alih status lahan hutan yang belum jelas.

Transtoto memandang, korporasi umumnya tidak melakukan pemabakaran hutan konsesinya.

Sebab, ada aturan dan pengawasan ketat yang menyebabkan korporasi mengalami kerugian besar jika berani melakukan.

Baca juga: Bentuk Solidaritas KAPGAMA kepada Mahasiswa Fakultas Peternakan UGM