Rektor Ketujuh UGM Sudah Ramal Kepindahan Ibu Kota Indonesia 18 Tahun Lalu

1678

Baca juga: Solusi Mengurangi Kerusakan Hutan di Lokasi Ibu Kota Baru

Di sisi lain, gagasan pemindahan ibu kota Indonesia ternyata sudah lama diungkapkan oleh rektor ketujuh UGM, Prof. Dr. Teuku Jacob, M.S., M.D.

Pak Jacob, yang terkenal sebagai arkeolog, menyampaikan pandangannya itu dalam seminar nasional dengan tema “Indonesia dalam Abad XXI” yang diselenggarakan Pengurus Pusat Harian Kagama dan wakil Pengurus Daerah dari seluruh wilayah di Indonesia pada 19 Januari 2001.

Menurut Pak Jacob, Indonesia sebaiknya memindahkan ibu kota dari Jakarta agar Indonesia bisa lepas dari berbagai kegoncangan.

“Dalam menata kembali yang telah goyah, lepas, dan berserakan, kita harus berkemauan besar untuk memulai hal baru. Sambil surut beberapa langkah sebagai ancang-ancang,” tutur Pak Jacob, seperti ditulis dalam Berita Kagama edisi Februari 2001.

“Ibu kota negara sebaiknya merupakan ibu kota politik. Tidak usah sekaligus menjadi ibu kota ekonomi, perdagangan, militer, pendidikan, kebudayaan, dan media massa,” tutur penemu fosil Homo Erectus di Sangiran, Sragen ini.

Baca juga: Peneliti PSKK UGM Soroti Kapasitas Penduduk dan Pengelolaan Konflik di Ibu Kota Baru

Pak Jacob juga memandang, apabila ibu kota RI dipindah dari Jakarta, semestinya seluruh badan pemerintah dan negara dapat berfungsi normal.

“Kita harus melatih hidup modern sesuai dengan kedirian kita. Untuk itu, tentu saja kita harus mengenali diri kita sendiri lebih dahulu,” ujar sosok yang telah berpulang pada pada 17 Oktober 2007 ini.

Pak Jacob mengatakan bahwa bangsa Indonesia tidak perlu pesimistis dengan keadaan negeri.

Sebab, dia memandang bahwa keadaan Eropa akhir abad 19 dan awal abad 20 lebih buruk ketimbang Indonesia pascareformasi.

Pria kelahiran Aceh, 2 Desember 1929, ini mendorong agar bangsa Indonesia dapat mengambil hikmah dari kebangkitan Eropa.

Baca juga: KAGAMA Kalimantan Timur Siap Bantu Pemerintah Bangun Ibu Kota Baru

“Kita harus dapat belajar dari sejarah Eropa bagaimana mereka mengatasi kesulitan-kesulitan dan sampai pada keadaan maju seperti sekarang,” tutur Pak Jacob.

“Membangun dan memajukan diri adalah mengadakan perubahan dengan kerja keras, disiplin, kejujuran, dan hemat,” katanya, menerangkan.

Ayah satu orang anak ini menyebut, pemimpin negara sangat dituntut dalam upaya besar pembangunan.

Selain itu, lanjut Pak Jacob, identitas sebagai bangsa Indonesia tidak boleh dilupakan.

“Jika kontinuitas hilang, dalam 1-2 generasi ke depan kita bukan lagi diri kita,” tandasnya. (Tsalis)

Baca juga: Kementerian PUPR Optimis Jalankan Visi Misi Presiden dan Realisasikan Pemindahan Ibu Kota