Zaman Kalisengoro, Sebuah Masa ketika Wabah Corona Telah Diramal Prabu Joyoboyo

41138

Baca juga: Wakil Bupati Banyumas Alumnus UGM Siapkan Fasilitas Karantina Warga yang Terlanjur Mudik

“Empu Sedah mengajarkan ilmu sangkan paraning dumadi (Sang Pencipta sebagai tempat kembali),” kata Purwadi.

“Empu Panuluh memberi kawruh joyo kawijayan guno kasantikan (ilmu bertempur yang digdaya). “

“Empu Darmojo memberi wedharan tata praja (perumusan kebijakan),” sambung dosen UNY ini.

Tak hanya tiga pujangga itu, Joyoboyo juga belajar dari guru agama yang didatangkan sang kakek, Sinuwun Prabu Kamesworo, dari Mesir. Dia adalah Haji Syekh Syamsujen yang datang pada 1105.

Lebih lanjut, menurut Purwadi, banyak pelajaran yang diberikan Haji Syekh Syamsujen kepada Joyoboyo.

“Haji Syekh Syamsujen mengajari loro lopo topo broto (tirakat dan menahan hawa nafsu),” tutur Purwadi.

“Sang Prabu biasa topo kungkum (ritual berendam), topo pendhem (tidak membanggakan kebaikan), topo gantung, topo ngrowot (tak makan nasi), topo mutih (puasa mutih).”

Baca juga: KAGAMA Balikpapan Bagikan Paket Lauk Cuma-cuma untuk Buka Puasa Warga

“Kadang-kadang juga menjalankan lelaku mirip sato kewan. Yakni topo ngalong (bertapa seperti kelelawar), topo ngidang (menjauhi keramaian), topo ngiwak (tak makan daging).”

Kemudian, pada bulan Suro (Muharram), kata Purwadi, Joyoboyo tak lupa lelaku nggenioro mbanyuoro (tidak terbakar nafsu dan tidak mudah terprovokasi).

Selanjutnya, pada bulan ruwah (Sya’ban) Joyoboyo melakukan topo ngrawe. Yaitu berusaha menyenangkan orang banyak.

“Berkat didikan Haji Syekh Syamsujen itu pula, Prabu Joyoboyo menjadi raja yang putus ing reh saniskoro (tak punya segala pamrih),” ujar Purwadi.

“Sang Prabu tahu unggah ungguhing boso, kasar alusing roso, jugar genturing topo (keselarasan hidup lahir-batin, jasmani-rohani, dan material-spiritual).”

Poro kawulo (rakyat) yang tinggal di kutho ngakutho (kota), deso ngadeso (desa), gunung ngagunung (gunung) sangat hormat dan berbakti,” lanjutnya.

Kepribadian Prabu Joyoboyo sungguh paripurna. Hal itu menuntunnya memberi ramalan mengenai jenis-jenis zaman (jangka jangkane jaman).

Baca juga: Kolam Lele ala Ketua RT KAGAMA Balikpapan Jadi Solusi Ketahanan Pangan Masa Pandemi