Repatriasi 40 Manuskrip Karya Sri Sultan HB II yang Dijarah Inggris, Upaya Pertahankan Identitas dan Sejarah Bangsa

341

Sikap Anti Penjajah

Sikap anti penjajah dan perlawanan Sri Sultan HB II itu akhirnya berujung pada Perang Sepehi atau Geger Spoy di mana Keraton Yogyakarta diserbu dan dijarah tentara Inggris yang kala itu dipimpin Sir Thomas Stamford Raffles yang bertindak sebagai Gubernur Jenderal Kerajaan Inggris di Hindia Belanda.

“Penetapan Sri Sultan HB II sebagai Pahlawan Nasional sebenarnya tinggal tergantung pada political will Pemerintah Indonesia saat ini,” papar Lilik.

Baca juga: Kementerian Luar Negeri akan Fasilitasi Pengembalian Aset Milik Sri Sultan HB II dari Kerajaan Inggris

Sementara itu Keluarga Besar Trah Sri Sultan HB II yang kini bernaung di bawah Yayasan Vasiatti Socaning Lokika menyatakan bahwa mereka terus berjuang dan mengupayakan agar aset dan manuskrip Sri Sultan HB II dikembalikan ke Indonesia.

Mereka telah melakukan pendekatan dan koordinasi Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta Kedutaan Besar Indonesia untuk Kerajaan Inggris.

“Kami juga dalam waktu dekat mengirim surat resmi permohonan kepada penguasa Kerajaan Inggris, Raja Charles III, untuk mengembalikan 40 aset dan manuskrip milik Sri Sultan HB II yang kini berada di Inggris,” ujar Fajar Bagoes Poetranto, Ketua Yayasan Vasiatti Socaning Lokika, di Jakarta.

Dalam rangka menjaga aset dan manuskrip Sri Sultan HB II itu tetap terpelihara dan terjaga.

Baca juga: Keraton Yogyakarta Capai Kemajuan Pesat di Era Sultan HB II

Fajar Bagoes Poetranto, menyatakan bahwa Keluarga Trah Sri Sultan HB II telah bekerja sama umah Studi Jawa Makaradhvaja mengembangkan Pusat Skriptorium naskah naskah klasik kuno dari abad 16 sampai dengan abad 18.

Selain itu, mereka siap berkolaborasi dengan Museum Nasional.

Trah Sri Sultan HB II ingin dalam proses pengembalian 40 (repatriasi) manuskrip karya Sri Sultan HB II itu terjadi secara unilateral antara pihak Trah Sri Sultan HB II dengan Kerajaan Inggris.

Artefak, terutama 40 manuskrip karya Sri Sultan HB II, dikembalikan Kerajaan Inggris dalam bentuk aslinya dan bukan digital.

Baca juga: Yogyakarta Royal Orchestra Tampil Memukau di Ajang Maritime Award 2022-2023 ISPEC

Merujuk arti repatriasi maka arti repatriasi barang-barang bersejarah memiliki makna sebagai suatu upaya untuk mengembalikan barang-barang bersejarah yang berada di negara lain untuk dikembalikan ke pangkuan Indonesia.

Repatriasi barang-barang bersejarah sudah dilakukan sejah tahun 1970-an, hinggi kini bila ditotal sudah ada 1500 koleksi bersejarah yang kembali ke tanah air.

Benda bersejarah tersebut juga diatur dalam undang-undang antara lain UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Apalagi, ujar Bagoes Poetranto, pada Peraturan Pemerintah no 87 tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 5 tahun 2017 mengenai Pemajuan Kebudayaan, pada Pasal 55 sudah mengamanatkan bahwa penyelamatan objek pemajuan budaya dilakukan dengan cara revitalisasi, repatriasi dan restorasi.

Baca juga: Pesan Sri Sultan HB X dalam Peringatan UU Keistimewaan Yogyakarta

Bagoes Poetranto menambahkan Artefak asli itu akan digunakan sebagai pemenuhan syarat utama untuk mengusulkan Sri Sultan HB II sebagai Pahlawan Nasional.

Trah Sri Sultan HB II siap menyediakan infrastruktur untuk menyimpan 40 manuskrip dan benda bersejarah milik Sri Sultan HB II jika dikembalikan oleh Inggris.

“Keluarga Trah Sri Sultan HB II sudah berkomunikasi dengan beberapa tokoh nasional sejarahwan akademisi, Museum Nasional dan lembaga pemerintah pada prinsipnya mendukung.”

“Saat ini sedang berlangsung komunikasi secara intens dengan Kementerian LuarNegeri, KBRI London, Museum Nasional untuk meminta secara resmi kepada Kerajaan Inggris dan Pemerintah Inggris penggembalian aset aset manuskrip yang dirampas pada peristiwa Geger Sepehi di tahun 1812,” pungkas Fajar Bagoes Poetranto. (*)