
KAGAMA.CO, YOGYAKARTA – Rapat besar yang dilaksanakan tanggal 28 Mei 2022 di Universita Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta dan diselenggarakan oleh Serikat Pekerja dan Pegawai Perhutani (SP2P) bersama UGM menghadirkan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Direktur Utama Perum Perhutani, para pakar berbagai ilmu terkait, pengamat lingkungan, serta berbagai unsur lembaga termasuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) se-Jawa belum bisa menuntaskan berbagai perbedaan tentang kebijakan penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) yang terus meruncing.
Secara umum audiens tidak bisa menerima penjelasan yang dipaparkan para pembicara.
Bahkan beberapa menolak keras kebijakan KHDPK yang menetapkan seluas lahan hutan 1,1 juta hektare akan dialihfungsikan bernuansa Perhutanan sosial (PS) dan dijadikan Objek Reforma Agraria (ORA).
Kekisruhan tanggapan negatif atas kebijakan Menteri LHK tersebut telah sejak awal April 2022 memanas melibatkan hampir seluruh unsur masyarakat cinta hutan.
Baca juga: Transtoto: Kontroversi Kelola Hutan Perhutani Harus Diredam Segera
“Ada kelompok-kelompok yang diyakini terus berupaya menghancurkan Perhutani, orangnya itu-itu saja”, kata Ir. Haryono Kusumo, pensiunan direksi Perhutani 2008 dengan nada kesal.
“Apalagi sekarang mereka mendapat angin dengan masuknya LSM yang diberikan ruang di sekitar Menteri LHK, dan program reforma agraria yang nyata punya rencana sistematis menghancurkan Perhutani,” timpal Ir. Bambang Adji, tokoh rimbawan senior lainnya.
Tercatat telah terjadi pelanggaran batas sampai pencabutan tapal batas hutan, perambahan kawasan Perhutani, penebangan kayu dan pengolahan lahan ilegal yang dilakukan secara leluasa oleh masyarakat yang mengaku sebagai peserta KHDPK antara lain di Cikole-Lembang, Muara Gembong, Cibaliung-Pandegelang, Gundih, Pekalongan, Batang, Kediri, Gundih, Kebumen dan sangat banyak lainnya.