Transtoto: Izin Guna Usaha Lahan Perhutani untuk Masyarakat Harus Dipersiapkan sangat Matang

1205
Pemerintah harus bisa mengendalikan arus penjarahan yang merasa legal, petugas Perhutani agar diinstruksikan melakukan tindakan hukum yang tegas menjaga kawasan hutan. Foto: Instagram @wadex_yombex
Pemerintah harus bisa mengendalikan arus penjarahan yang merasa legal, petugas Perhutani agar diinstruksikan melakukan tindakan hukum yang tegas menjaga kawasan hutan. Foto: Instagram @wadex_yombex

KAGAMA.CO, JAKARTA – Kebijakan luhur pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat melalui kebijakan Perhutanan sosial (PS) serta Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) yang saat ini sedang ditetapkan melalui terbitnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 287 Tahun 2022 yang menghilangkan hutan Perhutani selua 1,1 juta hektare seharusnya dipersiapkan secara sangat matang.

Program PS maupun KHDPK diharapkan disamping memakmurkan rakyat petani juga agar tetap mampu membangun sumber daya hutan lestari dan tidak mengundang timbulnya konflik sosial rebutan lahan di lapangan.

Lebih seram lagi lahan seluas 1,1 juta hekrare itu termasuk di dalamnya ads 465 ribu hektare hutan lindung yang semestinya harus menjadi tutupan pohon permanen sebagai pengendali siklus hidrologi hujan, yang konon lantai hutannya diinjak kaki manusiapun tidak boleh.

Kebijakan PS dan KHDPK tersebut dengan antusiastik didorong percepatannya oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang, juga oleh kelompok-kelompok masyarakat yang malah dikenali anti Perhutani, yang masing-masing diduga mempengaruhi terbitnya kebijakan di atas bahkan juga membawa kelompok-kelompok masyarakat lain di luar lembaga resmi binaan Perhutani.

Baca juga: Strategi Bisnis dan Diversifikasi Produk Olahan Daging

“Program KHDPK serta PS ini sebaiknya dipersiapkan dulu dengan matang.”

“Baik pertimbangan perencanaannya, ketentuan teknis, peserta program yang seharusnya memprioritaskan Lembaga Masyarajat Desa Hutan (LMDH) serta kesiapan psikologi sosial, aturan-aturan pengamanan hutan sebelum syarat-syarat pelepasan hutan dipenuhi dan keterkaitannya dengan pengendalian bencana alam,” tutur Dr. Transtoto Handadhari, Ketua Umum Yayasan Peduli Hutan Indonesia (YPHI) serta Ketua Ormas Gerakan Masyarakat Hijau Indonesia (GERMAHI).

Transtoto mengaku takut bila masalah perusakan lahan hutan ini akan dipolitisasi orang-orang yang anti pemerintah.

“Lahan KHDPK yang masih belum dipetakan secara sah, cakupannya perlu dicermati ulang.”

“Termasuk seluruh hutan lindung yang masuk dalam KHDPK agar tetap dijaga dan dikembangkan fungsi lindungnya oleh pemangku lahan yang baru, juga banyak hutan produksi yang masih baik jangan dimasukkan KHDPK,” saran rimbawan lulusan UGM itu.

Baca juga: Transtoto: 1,1 Juta Hektare Hutan KHDPK Perhutani Dipastikan segera Hancur

KHDPK yang belum dicermati detilnya namun sudah terlanjur semrawut di lapangan itu sangat mungkin meledak menjadi kericuhan terbuka apabila tidak segera dikendalikan.

“Semua pihak agar berkepala dingin, pemerintah harus bisa mengendalikan arus penjarahan yang merasa legal, petugas Perhutani agar diinstruksikan melakukan tindakan hukum yang tegas menjaga kawasan hutan,” himbau Transtoto.

“Tidak jelek (aib) bila kebijakan izin guna usaha lahan hutan KHDPK itu ditinjau kembali, disamping karena belum siap, juga faktanya sangat berpotensi merugikan, atau dari sisi hukum nampaknya berbenturan dengan kewenangan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 maupun status Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2021.

“Situasi yang sudah semakin ricuh dan tidak terkendali terutama di lapangan maupun di lingkungan perkantoran nampaknya hanya bisa dituntaskan oleh Presiden,” pungkas Transtoto. (*)