Batara Kala adalah Pertanda Kemunculan Wabah dalam Pewayangan

4166

Baca juga: Pelajaran yang Bisa Dipetik Guru Besar FK-KMK UGM Setelah Sembuh dari Covid-19

Namun, kata Rudy, gara-gara sebenarnya merupakan sebuah narasi yang menyatakan bahwa kondisi dunia tidak baik-baik saja (mandangkara) di pertengahan pentas.

Dalam tradisi wayang Jogja, gara-gara dicirikan dengan kemunculan seluruh lakon.

Sementara itu, untuk tradisi wayang Surakarta, hanya lakon-lakon tertentu saja yang muncul.

Misalnya melibatkan ksatria yang sedang bertapa untuk menghadapi tugas besar.

Menurut Rudy, hal itu seperti Arjuna yang menyiapkan Baratayuda, sebuah perang yang bakal menimbulkan dampak besar.

Baca juga: Dubes Kenssy Ungkap Kunci Sukses Ceko Tangani Corona

Beberapa pakar yang dirujuk Rudy memang memberikan makna yang berbeda-beda untuk gara-gara.

Seperti manggara-gara (perubahan drastis), prahara: oreging jagad dening lindhu (keguncangan dunia akibat gempa bumi), hingga kagara-gara (parah), dan kagila-gila (mengkhawatirkan).

Akan tetapi pada intinya semua menunjukkan keadaan yang kacau.

Sayangnya, menurut Rudy, esensi gara-gara kini tak lagi dipahami karena seringkali dimaknai sebagai intermesso alias selingan dalam pagelaran wayang.

Hal yang menarik dari gara-gara adalah menyinggung yang dialami seluruh manusia saat ini, yakni pageblug mayangkara (wabah penyakit).

Kata Rudy, pageblug mayangkara berarti musim penyakit menular yang berkobar-kobar atau menjalar dengan sangat ganas dan cepat.

Mayangkara bukan berasal dari maya-angkara (bayangan ego). Hal itu seperti dalam kasus nama lain anoman ketika beranjak uzur dalam wayang madya.

Baca juga: Strategi Dirjen Dikti Tangani Dampak Covid-19 di Sektor Pendidikan