Ketua KAGAMA Pemalang Merasa Bangga Pernah Kuliah di Universitas Ndeso

717

Baca juga: Soal Vaksin Corona, Begini Kata Pakar UGM

Jumlah mahasiswa satu angkatan yang mencapai ratusan, tampak kompak, akrab, dan solid.

“Menariknya juga, malam keakraban ini kita harus menginap. Pasokan air di sana waktu itu sulit, sehingga kami mandi itu dirangkap-rangkap. Sudah tidak peduli lagi dengan bau badan,” jelas alumnus Fakultas Hukum angkatan 1989 itu.

Menurut Wawan, sebutan Universitas Ndeso begitu melekat pada UGM kala itu. Masyarakat juga memandang mahasiswa UGM sebagai anak-anak muda yang pintar.

“Kita dianggap pintar, terus malah sering ditanya-tanya sama orang. Dikiranya kita serba tahu, padahal ya semua masih sama-sama belajar,” ujarnya.

Dengan segala dinamikanya, UGM bagi Wawan tetap menjadi Kampus Kerakyatan. Masyarakat selalu memandang mahasiswa UGM sebagai bagian dari mereka.

Baca juga: Pandemi Covid-19 Munculkan Persoalan Limbah Medis

“Baik ketika masih mahasiswa maupun sudah lulus, masih menjadi tempat bertanya bagi masyarakat. Kami dianggap punya integritas,” pungkasnya.

Setelah meraih gelar sarjana, Wawan memanfaatkan bekal ilmunya selama di UGM untuk meniti karier.

Mulanya dia bekerja di sebuah kantor pengacara di Semarang. Begitu keluar, Wawan banyak berkecimpung di bidang human resources dan general affairs di berbagai perusahaan.

Wawan melangkah pertama kali di PT Garuda Karya Mandiri di Jakarta, kemudian lanjut di jaringan Hotel Horison di Semarang, lalu bekerja di PT Ungaran Sari Garment.

Wawan kemudian kembali lagi ke dunia perhotelan, yakni di Hotel Laras Asri Resort and Spa di Salatiga dan Losari Coffee Plantation Resort and Spa.

Baca juga: Adopsi Gerakan Canthelan, KAGAMA Sulbar Galang Solidaritas di Masa Pandemi