Pandangan Peneliti UGM Mengenai Khitan di Kalangan Perempuan

1013

Baca juga: KAGAMA Kaltim Gelar Rakerda 2020 Sambil Susuri Sungai Mahakam

Hal itu sulit untuk dihilangkan karena telah menjadi tradisi.

Apa yang diucapkan Sri merujuk pada hasil survei PSKK UGM 2017 bertajuk Pemotongan/Perlukaan Genitalia Perempuan (P2GP) Persimpangan antara Tradisi dan Modernitas.

“Hasil survei PSKK UGM menunjukkan bahwa sebagian besar P2GP dilakukan oleh dukun bayi (45 persen), bidan/perawat/mantri (38 persen), dukun sunat perempuan (10 persen), dan dokter (1 persen),” kata Sri melansir laman PSKK UGM.

 “Hasil survei PSKK juga menyebutkan, 84,6 persen dukun bayi melakukan sunat perempuan menggunakan pisau, kater, atau silet; 3,9 persen menggunakan gunting; dan 7,7 persen menggunakan jarum,” lanjutnya

Sri menyambung, pada 2017 PSKK UGM menemukan bahwa kebanyakan sunat perempuan yang dilakukan di Indonesia hanya melukai bagian vagina tanpa tujuan medis.

Baca juga: Dubes Wahid: Jumlah Kunjungan Wisatawan Rusia ke Indonesia Mencapai Angka Tertinggi

Selain itu, katanya, penelitian PSKK juga menemukan jenis praktik P2GP yang tidak disebutkan oleh WHO.

Untuk diketahui, jenis-jenis P2GP menurut WHO adalah memotong sebagian klitoris dan preputium (prepuce), menggores atau mengorek bagian uretra (urethral opening), dan simbolis tanpa perlukaan.

“Survei PSKK UGM 2017 tersebut dilakukan di 10 provinsi; 7 provinsi memiliki angka prevalensi P2GP cukup tinggi, yaitu Gorontalo, Bangka Belitung, Banten, Riau, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, dan Sulawesi Barat,” ujar Sri.

“Kemudian 3 provinsi memiliki peraturan daerah yang mendukung praktik medikalisasi perempuan di fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu Kalimantan Timur, Jambi, dan Nusa Tenggara Barat,” jelasnya.

Sri mengatakan, merujuk pada pernyataan WHO, P2GP tidak memiliki manfaat kesehatan.

Baca juga: Pakar dari Fakultas Biologi UGM Jabarkan 2 Pendekatan yang Berguna dalam Bidang Arkeologi