Omnibus Law Tanpa Sistem Kodifikasi Hukum yang Baik Hanya Akan Jadi Masalah Baru

915

Baca juga: Delia Murwihartini, Jadi Owner Tas Dowa Usai Temani Masa-masa Terakhir Sang Ibunda

Yakni tentang hasil sinkronisasi dan harmonisasi yang telah dilakukan baik secara horizontal maupun vertikal dalam sistematika hukum nasional.

Karena itu, dia mempertanyakan apakah UU 12/2011 dapat menyelesaikan permasalahan overlaps peraturan.

Dalam sistem kodifikasi hukum di Indonesia, ada 32 kode penggolongan hukum.

Misalnya, kode 10 untuk pemilihan umum, kode 17 tentang agama, dan kode 24 mengenai hukum pidana.

Sesuai dengan pernyataan Edmon, UU dengan konsep Omnibus Law—yang bisa menghapus dan menggantikan beberapa UUtentu membutuhkan sistem kodifikasi lanjut untuk menggolonggkannya.

“Omnibus tanpa Sistem Kodifikasi Hukum Nasional cenderung tidak efektif dan boleh jadi akan membuat suatu masalah baru,” kata Edmon.

“Kecuali jika pemerintah mau mengakomodasi sistem kodifikasi dan informasi hukum yang mampu menjabarkan ‘landscaping of laws’.”

Baca juga: Sumbangsih KAGAMA NTB Sejak 1976, dari Kegiatan Sosial hingga Membangun Pendidikan

“Bersama para akademisi hukum dan para pemangku kepentingan hukum lainnya,” pungkasnya.

Edmon pun menyarankan agar Pemerintah lebih mengoptimalkan fungsi dan peran BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional).

Dengan demikian, dia yakin masyarakat dapat menelusuri kejelasan rumusan kaedah hukum suatu peraturan perundang-undangan.

Yakni sejak naskah akademik RUU itu dibuat dan diajukan sampai disahkan oleh DPR dan diundangkan oleh Pemerintah.

Adapun diskusi yang menurut rencana bakal diadakan dalam sembilan seri ini dihadiri oleh 60 hadirin.

Mereka berasal dari 14 organisasi alumni, termasuk di antaranya KAGAMA (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada). (Tsalis/ ed. Taufiq)

Baca juga: Dampak Virus Corona Tumbangkan Perekonomian Tiongkok