Motif di Balik Kata ‘Bajingan’ yang Terlontar dari Mahasiswa S1

1792

Baca juga: Abang-None dan Ondel-Ondel Kagama DKI Semarakkan Nitilaku UGM 2019

Didik dan Kustinah memandang pergeseran makna dalam suatu kata dipengaruhi oleh banyak hal mulai dari usia, jenis kelamin, etnik, status sosial, dan wilayah.

Mereka lantas melakukan pengujian dengan berjudul Undergraduate Students’ Experential Motives when Expressing Bajingan as Their Expletive. 

Pengujian mereka menjadi salah satu judul penelitian yang diterbitkan oleh Jurnal Humaniora UGM pada 2019.

Didik dan Kustinah mengajak mahasiswa strata satu (S1) dari tiga jurusan berbeda, Bahasa Inggris, Bahasa Jawa, dan Bahasa Indonesia di suatu kampus yang berada di Klaten, Jawa Tengah.

Ada 177 partisipan yang dalam pengujian ini.

Baca juga: Pesan Suster Angelina Saat Nitilaku, UGM Dapat Memberi Contoh Soal Kerukunan Beragama

Rinciannya, 127 orang perempuan (72%) dan 50 orang laki-laki (28%) yang berusia antara 17 hingga 30 tahun.

Sementara itu, ditinjau dari etnis, 171 orang partisipan bersuku Jawa (97%).

Enam orang lain memiliki etnis beragam; Bangka (melayu), batak, Dayak, Madura, Sunda, dan Sasak. Adapun lebih dari 130 orang (73%) lahir di Klaten.

Para partisipan lalu diberikan kuesioner berisi 10 pertanyaan tertutup dan tiga pertanyaan terbuka untuk diisi.

Berdasarkan hasil pengujian, hanya ada 1 orang (0,6 %) partisipan yang tergolong sangat sering mengucapkan ’bajingan’ sebagai ekspresi kemarahan.

Baca juga: Makna Kostum Wayang dan Pejuang yang Dipakai Para Dekan UGM Saat Nitilaku