Bagi Rimbawan KAGAMA Ini, Bukan New Normal yang Dibutuhkan Bumi

623

Baca juga: Rifa Naik Pesawat Pertama Kali Berkat UKM Judo

“Tanggapan yang beredar dalam posisi corona yang masih belum terkendali ini memandang kebijakan global tersebut lebih berpihak pada kaum kapitalis,” kata Transtoto, kepada Kagama.

“Yakni pengusaha besar dan pemodal. Namun, kebijakan itu mengabaikan keselamatan dan kesehatan masyarakat luas,” terang Ketua Umum Yayasan Peduli Hutan Indonesia tersebut.

Menurut Transtoto, ada konsep yang lebih relevan, permanen, dan aman.

Konsep itu adalah New Norm alias norma baru mengenai tatanan dan budaya kehidupan.

“Norma Baru terkait pola pikir serta tatanan kehidupan baru yang mengutamakan kesehatan, kebersihan, ramah lingkungan, hidup rendah karbon,” ujar Transtoto.

Baca juga: Menyantap Kuliner Tradisional dengan Suasana Alam di Warung Kebon Kalasan

“Kemudian, banyak menanam, bercocok tanam organik di rumah-rumah, melestarikan hutan dan biodiversitas, serta hidup sosial yang hemat, saling membantu dan gotong royong,” jelas lelaki kelahiran 6 Maret 1951 ini.

Direktur Utama Perum Perhutani Periode 2005-2008 itu juga menyebut salah satu contoh jika norma baru diterapkan.

Yakni keterjagaan langit yang tetap berwarna biru. Hal yang demikian lantas disebut Transtoto sebagai Norma (Budaya) Langit Biru.

Di sisi lain, pria asal Jogja ini menganggap baik normal baru atau norma baru tidak perlu dipertentangkan.

Sebab, dia menilai, kedua konsep tersebut bisa saling mengisi. Tentunya dengan menyesuaikan waktu dan kebutuhannya.

“Kesabaran adalah hal yang perlu dipertimbangkan untuk saat ini,” pungkasnya. (Ts/-Th)

Baca juga: Refleksi Ramadan Puitik yang Baru Saja Lewat