KAGAMA.CO, YOGYAKARTA – Tuhan menciptakan dunia untuk dihuni dan dikelola manusia dalam wujud ruang dan waktu.
Sayang, tidak sedikit manusia yang terlalu bersemangat dengan keduniawiannya.
Sampai-sampai, mereka lupa kepada tempat kembali, yakni Tuhan sebagai Sang Pencipta.
Padahal, manusia tidak bisa memilih kapan dirinya dilahirkan dan dimatikan.
Untungnya, Tuhan masih memberi satu kesempatan dalam dimensi waktu agar manusia bisa merenung, merefleksikan diri dan membersihkan diri.
Satu kesempatan itu adalah Bulan Ramadan yang diberikan kepada umat manusia setiap satu tahun.
Bagi Ketua Umum KAGAMA Filsafat, Achmad Charris Zubair, Ramadan adalah sebuah waktu untuk merefleksikan diri.
Baca juga: Melihat Jose Vet Clinic Balikpapan Berbagi Kebaikan pada Bulan Ramadan
Yakni manusia juga harus membangun dimensi spiritual rohaniah dalam kehidupan.
Sebab, kata Charris, hidup tidak melulu berada dalam dimensi yang sifatnya material; persoalan dunia, kemanusiaan, ekonomi, kesehatan, dan politik.
Sehingga, kualitas rohani seorang manusia akan menuju tingkat puncak pada Bulan Syawal.
“Tujuan puasa jelas ditegaskan Allah, yakni la’allakum tattaqun (menjadi orang yang bertakwa),” tutur Charris.
“Hal yang menurut saya adalah peningkatan derajat rohaniah, suatu pembeda manusia satu dengan yang lain.”
“Bukan derajat pangkat, jabatan, atau harta kekayaan,” terang Budayawan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) Orwil DIY ini.
Pria yang mengajar di Fakultas Filsafat UGM sejak 1980 itu menjelaskan, kehidupan manusia tak bisa lepas dari kondisi jasmaninya.
Baca juga: Pemuka Arwah Tanah Jawa Berkumpul di Kraton Surakarta saat Malem Selikuran Ramadan
