Tidak Banyak Pengaruh
Kenaikan suhu terjadi tidak lebih dari 1 hingga 2 jam sehingga tidak banyak memengaruhi suhu udara di DIY dan sekitarnya.
“Debu vulkanik dari erupsi Merapi menutupi radiasi ke bumi sehingga panas yang akan dilepaskan ke atmosfer terganggu.”
“Kondisi itu menyebabkan peningkatan suhu, tetapi tidak lama hanya 1 hingga 2 jam dan sangat lokal,” paparnya.
Baca juga: Begini Pendapat Sri Sultan Sultan HB X Soal Erupsi Merapi
Kenaikan suhu yang terjadi sekitar 1 sampai 2 jam saat erupsi pada Sabtu lalu dikatakan Emilya tidak meningkatkan potensi hujan di Yogyakarta.
Guguran awan panas yang menuju arah barat tidak meningkatkan aerosol yang menjadi inti kondensasi awan sehingga tidak menyebabkan hujan di Yogyakarta.
Emilya menuturkan minimnya dampak peningkatan suhu akibat erupsi Gunung Merapi, salah satunya dikarenakan Indonesia sebagai negara tropis dengan lapisan troposfer atau lapisan terendah atmosfir dengan ketebalan 18 kilometer.
Hal ini menjadikan debu vulkanik di lapisan troposfer dapat langsung dilepaskan karena tidak masuk ke lapisan stratosfer atau lapisan kedua atmosfer bumi.
Baca juga: Replika Batuan Purba Inggris dari Material Erupsi Merapi Ini Jadi Spot Selfie Hingga Foto Prewedding
Kondisi berbeda terjadi di negara-negara kawasan Eropa yang hanya memiliki lapisan troposfer hanya 6 kilometer.
Tipisnya lapisan troposfer menyebabkan debu vulkanik yang dihasilkan erupsi gunung di wilayah Eropa tidak hanya masuk ke lapisan troposfer namun hingga lapisan stratosfer.
Emilya mencontohkan saat erupsi Gunung Eyjafjallajoekull pada tahun 2010 silam.
Debu vulkanik dari erupsi tersebut masuk hingga lapisan stratosfer yang berdampak pada iklim di kawasan Eropa.
“Debu vulkanik erupsi masuk sampai lapisan stratosfer dan terjerat di sana.”
“Dampaknya masih tersa sampai sekarang di mana musim dingin di Eropa lebih parah, begitupun saat musim panas menjadi sangat panas karena masih ada debu vulkanik di stratosfer.”
“Kondisi ini berneda dengan erupsi Merapi di tahun yang sama,” urainya. (Ika)