
KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Pendidikan humaniora menjadi prioritas Kerajaan Mataram Kuno (Medang) saat didirikan di Parakan, Temanggung (732 masehi).
Mataram, yang saat itu dipimpin Raja Sanjaya, memutus monopoli pengajaran kesusastraan pada kelas profesional saja. Budaya literasi dibuka selebar-lebarnya kepada semua kalangan.
Tidak hanya itu, kajian sejarah, antropologi, kemanusiaan, kemasyarakatan, keagamaan, dan tata negara terus dikembangkan.
Praktik ini lantas dilanjutkan oleh para penerus takhta kerajaan. Dimulai dari Rakai Panangkaran, yang berkuasa pada 760–780.
Nama Panangkaran bak doa dari sang ayah kepada anaknya untuk memajukan Mataram melalui budaya.
Baca juga: Sertifikasi pada Produk Kehutanan Bisa Jadi Koheren dengan Kepentingan Kapital
Sebab, menurut Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara (LOKANTARA), Dr. Purwadi, M.Hum., panangkaran berasal dari kata tangkar yang artinya berkembang.
“Rakai Panangkaran cukup berhasil meningkatkan harkat martabat negeri. Rum kuncaraning bangsa dumunung ing luhure budaya,” kata Purwadi kepada Kagama.
Strategi zaman Rakai Panangkaran adalah mengambil ajaran yang terlupakan pada masa silam.
Lalu diolah mengikuti perkembangan zaman dan diajarkan oleh para ahli dan sarjana winasis kenamaan.
Ahli dan sarjana tersebut lantas disebut sebagai guru pada zaman Raja Rakai Pananggalan (780-800).
Baca juga: Pandemi Covid-19 Jadi Momentum Manusia untuk Kembali ke Fitrahnya