Inilah Manusia Unggul yang Diharapkan Mampu Menjaga Keanekaragaman Hayati Indonesia

249

Baca juga: Ayo Ikuti Kompetisi Masker Khas KAGAMA Balikpapan dan Rebut Total Rp20 Juta!

“Masa pandemi ini menuntut kita untuk melakukan tindakan-tindakan yang exstraordinary, keluar dari batas-batas organisasi dan tidak terkungkung dalam regulasi lama. Diperlukan inovasi dan disrupsi yang luar biasa,” jelas pria asal Tulungagung, Jawa Timur itu.

Wiratno mengajak semua orang untuk membangun collective awareness, tergerak untuk membantu membereskan dan menyelesaikan berbagai problem lingkungan.

Selanjutnya mereka mendorong gerakan bersama menyelesaikan core problem. Menurut Wiratno, menangkap orang lebih mudah dibandingkan membangun kesadaran untuk tidak merusak lingkungan.

“Kita butuh manusia unggul, kita dorong mereka dengan contoh sikap dan tindakan dari para senior. Manusia unggul adalah dia yang bekerja dengan hati dan passion, serta semangat dan antusias. Dia juga harus mampu membangun jejaring kerja,” ujar alumnus Fakultas Kehutanan UGM itu.

Tidak ada masalah lingkungan yang bisa terselesaikan tanpa membangun jejaring kerja. Wiratno menuturkan, manusia unggul sejatinya harus bisa membangun networking, termasuk kerja sama dan kemitraan.

Baca juga: Ganjar Pranowo Diterima UGM Saat Jualan Bensin

Hal tersebut bisa tercapai jika seseorang mampu membangun kepercayaan bersama relasinya.

Dalam falsafah Jawa, kata Wiratno, manusia unggul merupakan manusia yang bisa hamemayu hayuning bawana. Artinya yaitu mempercantik bumi yang sudah cantik dan diwariskan kecantikannya kepada anak dan cucu.

“Sejatinya alam ini bukan dikatakan sebagai warisan, tetapi pinjaman yang harus dirawat. Manusia-manusia unggul inilah yang diharapkan mampu melakukan perubahan  dan mampu membangun gerakan baru  untuk menyelesaikan berbagai persoalan,” jelas pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Balai Taman Nasional Gunung Leuser ini.

Konservasi lintas batas, kata Wiratno, mensyaratkan beberapa hal. Yakni multistakeholder, wawasan dan pengetahuan yang multidisipliner, multilevel leadership, continues improvement berdasarkan sains dan local wisdom.

Adanya mentorship di tingkat lapangan seperti dukungan komunitas atau organisasi di masyarakat juga diperkukan untuk mendukung gerakan baru tersebut.

Baca juga: Kata Profesor Iin Handayani, Pertanyaan ‘Mau Jadi Apa’ Sudah Tak Cocok Lagi untuk Generasi Z