Masyarakat Yogyakarta Terbukti Tabah dalam Menghadapi Bencana Gempa

1387

Baca juga: Kemenko PMK: Upaya Penanganan Covid-19 Jangan Hanya Melibatkan Ahli Kesehatan Saja

Mereka menduga ada campur tangan sisi religiusitas di balik sikap tabah yang dimiliki masyarakat Jogja.

Karena itu, Amitya dan Yuli membabarnya dalam penelitian berjudul Hubungan Sistem Kepercayaan dan Strategi Menyelesaikan Masalah pada Korban Bencana Gempa Bumi.

Penelitian mereka diterbitkan Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi UGM volume 35, pada 2008.

Dugaan Amitya dan Yuli didasari oleh wawancara mereka kepada seorang warga setempat.

Warga tersebut menilai, bencana terjadi karena orang Indonesia tradisi leluhur tak lagi dihargai.

Selain tradisi, sisi religiusitas juga dikuatkan dari sudut pandang agama.

Merujuk salah seorang pakar, Amitya dan Yuli yakin masyarakat Jogja memandang bencana mungkin terjadi karena perilaku maksiat.

Baca juga: Ganjar Pranowo Resmikan Nusantara Beryoga Bersama KAGAMA

Bencana pun dimaknaan sebagai cobaan dan peringatan dari Tuhan.

Adanya kepercayaan terhadap Tuhan turut membentuk sikap penerimaan masyarakat terhadap kondisi bencana yang dialami.

Dilihat dari penelitian dari pakar terdahulu, Amitya dan Yuli juga sependapat dengan pandangan bahwa terdapat korelasi antara agama dengan perilaku.

Perilaku itu yakni usaha untuk sabar (koping), dan interpretasi seseorang atas peristiwa (patuh terhadap takdir).

Namun, pada penelitian kali ini, mereka memberikan pendekatan konteks. Dalam hal ini kebudayaan dan kepercayaan masyarakat Jawa, khususnya Yogyakarta.

Penelitian lantas dilakukan dengan melibatkan subjek 80 (41 pria dan 39 wanita) orang yang tinggal di Kabupaten Bantul.

Subjek berasal dari berbagai latar belakang (pendidikan dan pekerjaan), kategori usia (remaja dan dewasa), dan karakteristik tempat tinggal.

Baca juga: Belajar Penanganan Covid-19 dari 3 Negara yang Ditempati Diaspora KAGAMA Farmasi