Belajar Penanganan Covid-19 dari 3 Negara yang Ditempati Diaspora KAGAMA Farmasi

514

Baca juga: Siasat Aini dalam Memperpanjang Umur Gerakan Canthelan

Karena itulah Pemerintah setempat langsung melakukan semi lockdown setelah hari pertama ditemukan kasus positif.

Orang-orang harus berada di rumah kecuali untuk keperluan penting seperti membeli kebutuhan pokok dan pergi ke layanan kesehatan.

“Awalnya orang Swiss agak susah untuk hanya stay at home. Butuh seminggu hingga orang-orang benar-benar aware,” tutur Yonika.

“Bahkan polisi harus membubarkan orang-orang yang tertangkap basah berkumpul,” terangnya.

Setelah semi lockdown dilakukan selama 1,5 bulan, kurva peningkatan kasus mulai turun pada April.

Siska. Foto: Ist
Siska. Foto: Ist

Baca juga: Dubes Djauhari Paparkan Peluang Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Indonesia Setelah Pandemi

Kampus pun mulai aktif mulai 11 Mei. Tentunya dengan menerapkan social distancing dan protokol higienitas.

Mulai 20 Juni, Pemerintah negara dengan 8 juta penduduk itu sudah membuka lockdown, tetapi masyarakat wajib bermasker.

Perkumpulan dengan audiens 1000 orang juga diperbolehkan. Langkah itu diambil setelah penambahan kasus per hari stabil di angka 20-an.

“Pemerintah Swiss cukup tanggap dalam membuat kebijakan berdasarkan data yang ada,” ujar Yonika.

Selanjutnya, cerita datang dari Fikriansyah, sesama alumnus Fakultas Farmasi UGM angkatan 2009.

Baca juga: Prodi Biologi UGM Jadi yang Nomor 1 di Indonesia