Dirjen PDASHL Alumnus UGM Ingin Tumbuhkan Sentra Ekonomi Baru dengan Kacang Macadamia

1031
Dirjen PDASHL Kementerian LHK, Ir. Hudoyo, M.M., tampil dalam Webinar seri 3 dalam rangka Dies Natalis ke-57 Fakultas Kehutanan. Foto: Ist
Dirjen PDASHL Kementerian LHK, Ir. Hudoyo, M.M., tampil dalam Webinar seri 3 dalam rangka Dies Natalis ke-57 Fakultas Kehutanan. Foto: Ist

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Indonesia saat ini memiliki sekitar 14 juta lahan kritis.

Penyebab munculnya lahan kritis adalah karena degradasi lahan secara fisik, kimia, dan biologis.

Degradasi itu seperti kekurangan air tanah, erosi, dan berbagai kerusakan yang berujung pada penurunan kapasitas lahan.

Penyebab lain yang membuat suatu lahan menjadi kritis adalah tidak diterapkannya konservasi.

Selain itu, berkurangnya lahan basah, baik itu lahan gambut maupun mangrove.

Baca juga: Alumnus Manajemen UGM Asal Sukoharjo Ditunjuk Jadi Anggota Dewan Komisioner LPS

Demikian seperti yang dituturkan Ir. Hudoyo, M.M., Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Hudoyo menyampaikannya dalam Webinar seri 3 dalam rangka Dies Natalis ke-57 Fakultas Kehutanan UGM, Kamis (24/9/2020) lalu.

“Ada 3,4 juta hektar mangrove yang kami tangani. 1,8 juta hektar di antaranya kritis dan 1,6 juta hektar sisanya masih baik,” ucap Hudoyo.

“Sayangnya, dengan APBN yang diberikan, kemampuan kami untuk melakukan rehabilitasi hanya 1000 hektar. Ini menjadi kendala bagi kami,” jelasnya.

Alumnus Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1979 itu menambahkan, jika mengandalkan APBN, APBD, dan sumbangan swasta saja, Direktorat Jenderal (Ditjen) PDASHL hanya mampu melakukan rehabilitasi 232.250 hektar per tahun.

Baca juga: Cerita Lastdes Christiany Buka Bisnis Makanan Sehat Sambil Promosikan Profesi Ahli Gizi