Aturan Permendag yang Baru Dinilai UGM Bisa Lemahkan Ekspor Produk Industri Kehutanan

395

Baca juga: FISIPOL UGM Luncurkan Buku Tata Kelola Penanganan Covid-19 di Indonesia: Kajian Awal

“Saat itu terjadi penurunan ekspor produk kayu Indonesia senilai US$ 600 juta atau sebesar 5.8 persen,” tutur Maryudi.

“Yakni pada periode Januari-Juni 2016, setelah Permendag No.89/2015 diberlakukan,” terang Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM ini.

Maryudi menjelaskan, penerapan V-Legal membuat pengusaha produk kayu Indonesia memperoleh jalur hijau ke pasar Uni Eropa tanpa ada pemeriksaan dan pengujian lebih lanjut.

Apabila tanpa V-Legal, katanya, produk Indonesia harus melewati uji tuntas (due diligence) dengan biaya jauh lebih mahal ketimbang biaya V-Legal yang ditetapkan Permendag No. 15 Tahun 2020.

Lebih lanjut, pria asal Blora ini menyebut Permendag 15/2020 mengancam pangsa pasar.

Baca juga: Dewan Riset Nasional Pimpinan Alumnus UGM Raih Penghargaan Top Digital Innovation Award 2020

Padahal, Indonesia merupakan eksporter nomor dua produk kayu tropis di dunia dengan pangsa pasar 36 persen.

“Hal ini juga akan memberikan sentimen negatif pada kayu Indonesia untuk pasar utama lainnya, yang saat ini  juga mensyaratkan legalitas,” tutur Maryudi.

“Termasuk Amerika Serikat, Korea Selatan, Australia, Jepang dan segera menyusul, Tiongkok.”

“Indonesia berpotensi kehilangan pangsa pasar kayu tropis, semakin tertinggal dari negara pesaing ekspor, seperti Vietnam,” jelasnya.

Kemudian, Maryudi mengatakan, Permendag No.15 Tahun 2020 mencederai Perjanjian dengan Uni Eropa (Voluntary Partnership Agreement).

Baca juga: Wejangan Prof. Mubyarto yang Mengiri Perjalanan Hidup Ketua KAGAMA Sukoharjo