Dosen UGM Sebut Pandemi Covid-19 adalah Sisi Gelap dari Globalisasi

699

Baca juga: Alumnus MEP UGM Angkatan 45 Wafat, Manokwari Kehilangan Bupati yang Cinta Toleransi



“Setelah masyarakat menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ada keyakinan bahwa manusia juga memiliki kapasitas untuk mengatasi pandemi,” jelasnya.

Sejak saat itu, muncul anggapan bahwa tidak akan ada lagi ancaman pandemi bagi umat manusia.

Apalagi di era selanjutnya, manusia sudah mempunyai kemampuan membuat vaksin untuk membasmi virus, terutama di akhir tahun 1969.

Penyakit seperti rubella, polio, dan tifus, kata Muhadi, sudah ditemukan vaksin dan antibiotiknya, sehingga tidak menjadi ancaman lagi.

Sementara dalam pandemi Covid-19 saat ini, manusia menghadapi situasi yang sangat berbeda, pandemi ini menjadi risiko global.

Baca juga: Maestro Musik Indonesia Erros Djarot Gandeng KAGAMA Care Lawan Corona

Fenomena tersebut, kata Muhadi, bisa dikatakan sebagai sisi gelap dari globalisasi.

Seperti yang diketahui, globalisasi membuat dunia semakin terhubung satu sama lain, melakukan segala sesuatu tidak terbatas oleh waktu dan jarak.

“Sebagai risiko global, pandemi adalah ancaman resistensial, ancaman yang berkaitan dengan kehidupan manusia,” jelas Muhadi.

Sebab, pandemi memunculkan konsekuensi yang sangat jauh, sehingga pandemi bukan sekadar persoalan kesehatan.

Seperti yang kita lihat saat ini, pandemi bisa memiliki implikasi dan konsekuensi terhadap aspek-aspek lain, seperti aspek politik, ekonomi, sosial, hingga ketenagakerjaan.

“Banyak pekerja terpaksa di PHK, sektor informal tidak memiliki penghasilan, membuka peluang tindakan kriminal baru, dan sebagainya,” jelasnya.

Persoalan kesehatan terutama wabah Covid-19 bukan semata-mata eksklusif tentang hidup sehat.

Kata Muhadi, pemerintah dan masyarakat harus memandangnya secara kompleks, kemudian mencari solusi yang tepat secara komprehensif dan jangka panjang. (Kn/-Th)

Baca juga: Budayawan Medis UGM Yakin Indonesia Punya Peluang Bikin Vaksin Covid-19