Pakar UGM: Epidemi Kepanikan di Media Sosial Lebih Cepat Menyebar Daripada Epidemi Penyakit

1618

Baca juga: Pakar Tata Ruang KAGAMA Paparkan Konsep Transportasi Masa Depan Kota Solo

“Orang jadi kehilangan kepercayaan pada para ahli dan lebih senang untuk mengikuti apa yang ada di media sosial,” terangnya.

Riris mencontohkan, kasus kepanikan yang terjadi di Afrika akibat penyakit ebola.

Masyarakat saat itu sudah tidak percaya terhadap pemerintah.

Kemudian menyerbu fasilitas isolasi atau karantina dan membawa kerabat mereka yang menjadi pasien.

Padahal, menurutnya tindakan ini justru semakin memperluas penyebaran penyakit.

Baca juga: Alumnus UGM Punya Satu Solusi untuk Redam Konflik Antarsuku di Papua

Dia mengimbau masyarakat agar lebih bijak dalam menerima dan meneruskan informasi yang mereka dapatkan.

Demikian juga dengan media massa, juga perlu berperan dalam mencegah kepanikan.

Caranya dengan meletakkan fokus pemberitaan pada upaya-upaya pencegahan yang dapat diambil oleh masyarakat, bukan pada fatalitas atau justru menggali kelemahan dari sistem kesehatan.

“Cari sumber yang resmi dan terpercaya, itu akan jauh lebih bisa dipertanggungjawabkan. Jangan ikut menyebarkan rumor, itu menjadi kunci bagaimana kita bisa ikut membantu,” ungkap Riris.

Di sisi lain, penting juga bagi pemerintah memikirkan strategi komunikasi risiko yang baik.

Baca juga: Didi Kempot Beri Contoh Kebhinnekaan pada Malam Temu Alumni FK-KMK UGM 2020