Alumnus UGM Punya Satu Solusi untuk Redam Konflik Antarsuku di Papua

497

Baca juga: Bupati Puncak Alumnus UGM Angkat Warisan Budaya Bernilai Miliaran Rupiah

Menurut Willem, Kulit Bia dapat dijadikan media untuk mencari jalan tengah di antara suku-suku yang bertikai.

Yakni ketika Kulit Bia dengan nilai besar diberikan kepada keluarga korban atau sebagai biaya denda untuk kepala suku.

Kulit Bia dipandang Willem bisa lebih efektif, karena upaya negosiasi perdamaian yang dilakukan oleh pihak berwenang seringkali memakan waktu, energi, dan biaya yang besar.

“Itulah hal yang membuat Pemerintah berusaha melakukan pendekatan kearifal lokal budaya,” kata Willem, dalam Acara Adat Mengangkat Kulit Bia, Ilaga, Jumat (28/2/2020), melansir Dikominfo Kabupaten Puncak.

“Yakni agar mampu menyelesaikan konflik sosial, ekonomi dan budaya. Seperti perang di daerah Ilaga, Timika, dan beberapa daerah lain di wilayah Pegunungan tengah,” jelasnya.

Baca juga: Siaga Corona, Ganjar Pranowo Siapkan Jurus Lindungi Jawa Tengah

Willem pun menilai, besarnya nilai yang dimiliki Kulit Bia juga mampu mencegah pihak tertentu untuk melakukan tindak kriminalisme.

“Sebelum membuat masalah, orang akan berpikir, ‘Apakah Saya mampu untuk mencari uang untuk membayar Kulit Bia kepada pihak korban’,” tutur Willem.

“Akhirnya sebelum buat masalah, dia mesti melakukan pertimbangan dengan baik karena Kulit Bia cukup mahal.”

“Inilah hal-hal positif yang bisa kita dapat, sehingga kondisi kehidupan bermasyarakat tetap aman dan damai,” terang sosok kelahiran Paniai, 17 Desember 1975 ini.

Lebih lanjut, Willem mengatakan bahwa pihaknya akan membentuk satu lembaga adat untuk memberikan legitimasi secara hukum untuk Kulit Bia. Termasuk langkah untuk pematenan.

Baca juga: Pimpin KAGAMA Orchids, Yoppie Ingin Wujudkan UGM sebagai Orchids Sanctuary