Rekomendasi Pakar UGM untuk Perbaikan Sistem Pelayanan Kesehatan

662

Baca juga: Prodi Biologi UGM Jadi yang Nomor 1 di Indonesia

“Di saat yang sama fungsi pencegahan dan penindakan fraud, serta kualitas sistem pelayanan kesehatan belum baik,” jelas dosen lulusan London School of Economics, University of London, UK itu.

Belum selesai di situ, beberapa waktu lalu, pemerintah mengumumkan akan kembali mengambil keputusan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Keputusan tersebut ditandai dengan Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Secara lebih detail Laksono memaparkan, dana sebesar 51,8 triliun dikucurkan dari APBN.

Simulasi tahun 2020 dari estimasi, mengambarkan terjadi kenaikan iuran sebesar Rp 67,8 triliun dari berbagai segmen, tetapi masih juga defisit.

Baca juga: Membangun Harmoni di Tengah Isu Rasisme dan Diskirminasi

“Proyeksi tersebut belum memperhitungkan dampak Covid-19 yang menyebabkan penurunan pasien non Covid-19 di berbagai rumah sakit. Segmen PBPU dan BP diproyeksikan masih menjadi penyumbang defisit terbesar,” ujarnya.

Di samping itu, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sedang menyusun rencana untuk menetapkan kelas standar dalam memberikan layanan kesehatan. Yakni kelas layanan yang akan diberikan untuk seluruh peserta program JKN.

“Perpres No. 64 Tahun 2020 belum dapat menyelesaikan persoalan defisit karena iuran masih underprice,” ungkap peneliti PKMK, M. Faozi Kurniawan.

Sementara itu, menurut peneliti Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM, M. Faozi Kurniawan, menaikkan iuran BPJS juga bukan menjadi solusi dari permasalahan defisit BPJS.

Apalagi kenaikan tertinggi selalu positif terjadi pada PBI APBN dan PPU.

Baca juga: Bupati Willem Wandik Sponsori Grup Konak Papua untuk Lestarikan Budaya Asli Daerah