Penyebab Indonesia Mengalami Darurat Kesehatan Mental di Era Serba Teknologi

481

Baca juga: Seberapa Ampuh Pasta Gigi Herbal Mampu Membasmi Bau Mulut Tak Sedap?

Masalah itu adalah keterbatasan tenaga psikiater. Dalam hal ini, pria berumur 76 tahun ini memberi lingkup Yogyakarta.

“Walaupun ada rumah sakit jiwa di Pakem dan di RS swasta, cuma ada 30 psikiater (se-DIY),” kata Prof. Byron.

“Saya selalu mengingatkan orang, kalau di Australia seharusnya ada 450 psikiater satu provinsi.  Saya pikir jumlah ini  tidak cukup untuk menanggulanginya,” jelasnya.

Lebih lanjut, dosen yang mampu berbahasa Indonesia ini menyatakan setuju bila masalah kesehatan mental di Indonesia dikatakan merupakan problem besar alias darurat.

Alasannya, dia memandang ada perubahan cara interaksi yang kentara terlihat dalam 20 tahun terakhir.

Perubahan interaksi ini yang diyakini Prof. Byron punya keterkaitan dengan depresi yang dialami generasi muda.

“Dulu harus face to face, sekarang proses interaksinya beda sekali,” ujar Prof. Byron.

Baca juga: Menlu Retno Marsudi Sekarang Resmi Jadi Nenek

“Saya pikir untuk generasi baru harus bikin interaksi yang hidup. Masalah ini dapat dipecahkan dengan dua sudut pandang, yaitu budaya dan kedokteran,” tegas pria berkebangsaan Amerika Serikat ini.

Prof. Byron menambahkan, publik juga mesti peduli dan sadar untuk mengurangi insiden bunuh diri yang tejadi pada anak-anak tingkat sekolah dan universitas.

Senada dengan Prof. Byron, Prof. Firdaus Mukhtar dari Fakultas Perobatan dan Sains Kesehatan Universiti Putra Malaysia menyatakan, masalah kesehatan mental mesti diselesaikan dengan pendekatan sebagaimana masalah lain pada umumnya.

Yakni dengan merujuk tenaga ahli, tidak dengan mencari solusi dari sumber yang belum pasti.

“Jika ada masalah jiwa, selesaikan dengan pakar ahli kejiwaan atau profesional,” tutur Prof. Firdaus.

“Memberikan diagnosa atau penilaian terhadap diri sendiri tidak dapat banyak membantu. Lebih baik mendapat rujukan kepada profesional agar lebih memahami dan mendapat bantuan yang benar untuk menanganinya,” jelas pakar psikologi klinis ini. (Tsalis)

Baca juga: Atasi Banjir di Jawa, Menteri PUPR Lakukan Penanganan Cepat