Pembatasan Gerak Industri Sawit adalah Sebuah Kolonialisme Baru di Indonesia

898

Baca juga: Langkah Yayayasan KAGAMAHUT Ringankan Beban Mahasiswa Fakultas Kehutanan di Tengah Pandemi Covid-19

Direktur Utama PT MOHI (Moana Odina Harmoni Indonesia) itu mengatakan, produksi emisi gas karbon Indonesia sebetulnya lebih rendah ketimbang Tiongkok, Amerika, dan negara maju lainnya.

Akan tetapi, Indonesia turut menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB (2015), Indonesia harus ‘dipaksa’ mengurangi emisi gas karbon.

Dalam forum tersebut, kata Petrus, Presiden Jokowi menyatakan komitmen Indonesia untuk turut andil dalam mengurangi emisi gas karbon.

“Kita dengan bangga mendeklarasikan penurunan emisi. Konsepnya dibuat pemerintahan sebelumnya. Dan Presiden Jokowi terpaksa harus mengumumkan dalam acara itu.”

“Kemudian kita menerima bantuan dana miliaran dolar AS dari negara-negara maju.”

Baca juga: Ada Peran Alumnus UGM di Balik Canggihnya Platform Sebaran Covid-19 di DIY

“Perubahan iklim itu tanggung jawab semua, tetapi Amerika Serikat justru mundur. Padahal ini dampak pembangunan dari Amerika dan mereka harus tanggung jawab,” kata Petrus.

Menurut Petrus, NDC merupakan pengakuan yang salah. Sebab Indonesia bukan kategori negara annex 1 yang wajib menurunkan emisi.

“Tapi kita gagah perkasa mau menurunkan emisi, padahal kita masih akan membangun,” tandas Petrus.

Petrus pun melihat ada ketidakkompakan pemangku kepentingan dalam negeri ketika memberikan persepsi soal deforestasi.

Menurut Petrus, sebagian pihak ada yang lebih senang mengikuti jargon global terkait perubahan iklim, agar mendapat pujian dari dunia internasional.

Baca juga: Jadi Ketua Kagamahut Dua Periode, Ir. Hartono, M.Sc Ingin Maksimalkan Peran Alumni Muda