Menikmati Kolaborasi Musik Gamelan dan Masa Kini ROAR GAMA 4.0

665

Baca juga: KKN UGM Bakal Rehabilitasi Kawasan Bekas Tambang di Lokasi Ibu Kota Baru

“Dalam darah mereka sudah mengakui kediriannya. Menurut kami ini perkembangan yang luar biasa. Fenomena ini yang kami manfaatkan, kalau sebelumnya dangdut bisa masuk, gamelan kemudian juga kami tawarkan,” jelasnya.

Soal berkelindan atau tidaknya, ini menjadi masalah yang dipikirkan di kemudian hari saja.

“Antara pentatonis dan diatonis, kita bisa lihat bagaimana gesekannya, gimana persilangannya, gimana harmoninya,” ujar Ari Wulu.

Menurutnya, ini seperti proses penyatuan dua hal yang berbeda.

Kemudian bagaimana gesekan-gesekan itu tetap ada, tetapi tidak menimbulkan gesekkan yang lebih besar.

Ari Wulu berharap pagelaran ini bisa dipenuhi pengunjung.

Selain itu, jika pegelaran ini rutin diselenggarakan, maka gamelan eksis di pasaran, artinya penikmat musik gamelan semakin bertambah.

Baca juga: Jawara Bahasa Korea Ini Jadi Lulusan Terbaik SV UGM

Apalagi pegelaran ini didukung oleh sound, produksi panggung, dan lighting berkualitas.

“Gamelan itu bukan sesuatu yang dulu ada, kemudian dilestarikan. Gamelan itu ada di setiap zamannya. Dia menciptakan zamannya sendiri. Gamelan dulu sebagai alat sembahyangan. Kemudian di dalam Kraton menjadi sesuatu yang sakral. Di luar Kraton dia menjadi hiburan. Kemudian gamelan hari ini disikapi jadi hal-hal yang tak terbayang,” ungkapnya.

Sementara itu Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) UGM, Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto menjelaskan, FISIPOL dan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM sebagai penyelenggara, ingin membangkitkan lagi kecintaan masyarakat, terutama anak muda terhadap musik gamelan sebagai budaya adiluhungnya.

“Malam ini banyak hadir, Saya kira ini menjadi statement politik dan budaya bahwa anak-anak muda kita masih cinta dengan gamelan. Harapannya setelah cinta, kemudian mengembangkan gamelan. Tidak hanya di Nusantara, tetapi juga di luar negeri,” jelas Erwan.

Dekan FIB UGM, Dr. Wening Udasmoro, M.Hum, DEA, menambahkan, UGM akan mengawal kekayaan budaya Indonesia.

“Dalam pengembangan kebudayaan nasional, tugas kita bukan hanya nguri-uri (mengikuti yang lama) kebudayaan, tetapi juga mengembangkan. Dengan adanya ROAR GAMA 4.0, berarti sudah ada pengembangan sesuai minat generasi muda sekarang. Bentuk pengembangannya itu bisa berbagai macam,” pungkas Wening.

Malam itu, ROAR GAMA 4.0 juga memberikan penghargaan seni budaya tahunan “Lifetime Achievement Award ROAR GAMA 4.0” kepada Empu Triwiguna.

Menteri Sekertaris Negara sekaligus Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UGM, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc, Sc., mengatakan, pegelaran ini sangat penting bukan hanya untuk UGM, tetapi untuk Indonesia.

“Kita berharap alunan dari ROAR GAMA 4.0 ini dimulai dari Jogja, setelah itu dilanjutkan ke kota-kota lain. Kalau di Jogja gamelan, di NTT ada Sasando, di Jawa Barat ada angklung. Semua adalah alunan dari Archipelago. Ini bukti bahwa Indonesia punya kontribusi besar terhadap dunia,” pungkas Pratikno.

Acara yang juga diselenggarakan dalam rangka memperingati Lustrum UGM ke 14 dan Dies Natalis FISIPOL UGM ke-64 ini, diawali penampilan Tari Kangen dari Pulung Dance, baru kemudian lima band penampil utama.

Selain tiga tamu di atas, pagelaran ROAR GAMA 4.0 malam itu juga disaksikan oleh Rektor UGM, Prof. Ir.Panut Mulyono, M.Eng, D.Eng., Ketua Umum PP KAGAMA, H. Ganjar Pranowo, S.H, M.I.P., Sekretaris Jendral PP KAGAMA, AAGN Ari Dwipayana, serta para dosen UGM. (Kinanthi)

ca juga: FKG UGM Tampil Beda di Kamis Pahing