Menguak Rahasia Kebahagiaan Masyarakat Miskin Pesisir

485
Masyarakat pesisir memiliki konsep bahagia dan sejahtera yang tidak ditentukan dari jumlah nominal uang. Foto: Republika
Masyarakat pesisir memiliki konsep bahagia dan sejahtera yang tidak ditentukan dari jumlah nominal uang. Foto: Republika

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Setiap orang tentu memiliki definisi masing-masing jika ditanya apa itu kebahagiaan.

Ada yang meyakini bahwa kebahagiaan itu timbul setelah mampu memperoleh hal yang diinginkan.

Ada pula yang percaya bahwa bahagia adalah sebuah pilihan dan dibentuk dari pola pikir.

Dua konsep tersebut selaras dengan yang dinyatakan oleh dua filsuf kenamaan dunia, G.W. Hegel dan Karl Marx.

Dalam hal ini, Hegel dan Marx berbeda pendapat.

Mengutip pakar, Hegel berpandangan bahwa kebahagiaan adalah konstruksi internal, yakni sebuah produk (kognitif) pemikiran manusia.

Sementara itu, Karl Marx menilai kebahagiaan merupakan konsekuensi dari praktik kerja sosial yang sarat materi dan historis.

Baca juga: Remote Working Beri Keuntungan Bagi Pekerja dengan Mobilitas Tinggi

Dua konsep tersebut masih relevan hingga sekarang.

Akan tetapi, modernisasi dan industrialisasi yang terjadi saat ini cukup memberikan pengaruh besar.

Terutama terhadap perubahan kecenderungan masyarakat dalam memandang sebuah konsep kebahagiaan.

Orang-orang masa kini dinilai semakin melek terhadap kesejahteraan materi untuk mengklaim dirinya sudah mencapai titik kebahagiaan atau belum.

Casmin dan Fauzan Anwar Sandiah pun terdorong untuk menguak apakah perubahan konsep kebahagiaan juga terjadi di daerah pesisir pantai.

Sebab, industrialisasi wisata disinyalir memiliki pengaruh terhadap perputaran ekonomi masyarakat pesisir.

Casmin dan Fauzan lantas melakukan sebuah pengujian dengan mengambil lingkup Yogyakarta.

Baca juga: Rokok Bukan Penyebab Terbesar Ibu Kehilangan Anaknya Saat Melahirkan