Falsafah Jawa dalam Menari Jadi Senjata Dubes Kenssy Berdiplomasi

555
Siapa sangka menari yang tadinya hanya hobi malah menjadi senjata dalam berdiplomasi. Foto: Istimewa
Siapa sangka menari yang tadinya hanya hobi malah menjadi senjata dalam berdiplomasi. Foto: Istimewa

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Siapa sangka menari yang tadinya hanya hobi malah menjadi senjata dalam berdiplomasi.

Demikian seperti yang dialami Dubes RI untuk Republik Ceko, Kenssy Dwi Ekaningsih.

Sebagian orang memandang, menari merupakan sarana pengekspresian diri.

Sebagian yang lain mengatakan, menari adalah perwujudan pelestarian budaya.

Namun, bagi Kenssy, menari tak sekadar itu.

Ada perjalanan batin dalam memahami nilai-nilai falsafah budaya di setiap gerakan yang dilakukan.

Persuaan wanita kelahiran 17 Agustus 1959 ini dengan dunia tari terjadi sewaktu dia menempuh pendidikan S1 di FISIPOL UGM pada selang 1978-1983.

Baca juga: Kisah Mencekam Dubes Kenssy Saat Bertugas di Malaysia

Di Paguyuban Beksan Ngayogyakarto, Pujokusuman, Kenssy muda menimba soft skill menari.

Mungkin, sebagian pembaca akan bertanya-tanya mengapa Dubes Kenssy memilih menari.

Padahal, umumnya mahasiswa FISIPOL, mengaktualisasikan diri dalam kegiatan ekstra kampus yang sarat politik praktis.

Namun, alasan Dubes Kenssy kala itu cukup sederhana, “Saya suka menekuni bidang-bidang yang menjadi akar dari keluarga,” tuturnya, saat ditemui Kagama beberapa waktu lalu di KongKaliKong Dine & Coffee House, Yogyakarta.

Selain menari, wanita yang lahir dan besar di Yogyakarta ini juga belajar karawitan dengan bergabung bersama UKM Swagayugama.

Kebersamaan Dubes Kenssy dengan paguyuban tari besutan Romo Sasmito tuntas kurang lebih dalam tiga tahun, seiring gelar sarjana yang dia peroleh pada Februari 1983.

Meski berpisah dengan Paguyuban Beksan Ngayogyakarto, tari tetap tidak dia tinggalkan.

Baca juga: Agar Tidak Kalap Hadapi Diskon Akhir Tahun