Menengok Korupsi di Jawa pada Zaman Thomas Raffles Berkuasa

2340

Baca juga: Gelar Pameran Keris, RSUP Dr. Sardjito Ingin Menjadi Rumah Sakit Berbudaya

Mungtinghe lantas menjualnya kembali dengan melalui lelang umum di Batavia pada 25 januari 1813 kepada J. Shrapnell.

Dua hari berselang, kepemilikan tanah yang kemudian dinamai partikelir Pamanukan dan Ciasem ini berubah menjadi dua orang, yakni Shrapnell dan P. Skelton.

Dalam waktu tak kurang dari seminggu, Muntinghe mendapatkan keuntungan 5000 Rix Dollar. 

J.Shrapnell lantas melaporkan tindakan Muntinghe melalui surat kepada Sekretaris Pemerintah, C. Assey pada 24 Oktober 1813.

Shrapnell menyatakan ketika membeli persil nomor 4 Pamanukan dari Murtinghe, dia membayar 7000 Rix Dollar lebih tinggi ketimbang saat Muntinghe membelinya via kontrak pribadi dengan Raffles.

Namun, penjelasan J.Shrapnell dibantah Muntinghe.

Pria asal Belanda itu memang mengaku mendapatkan untung, tetapi tidak sebesar yang dituturkan Shrapnell.

Baca juga: Munas KAGAMA ke XIII Bakal Jadi Ruang Diskusi untuk Wujudkan Cita-cita Kebangsaan

Muntinghe menyatakan mendapatkan untung 5000 Rix dollar. 

Masih di persil yang sama, sebetulnya tiga hari sebelum persil Pamanukan dibeli Muntinghe dari Raffles dengan kontrak pribadi, Johan Bernard Zimmer telah menawar dengan nilai yang lebih tinggi daripada Muntinghe.

Pada kasus lain, G.Vriese, mantan asisten Thomas Mcquoid, mengaku dia telah menawar persil nomor 7 di wilayah Cianjur dengan nilai 7000 dolar Spanyol lebih tinggi dari yang ditentukan pemerintah, yakni 30000 dolar Spanyol.

Namun, persil 7 malah diserahkan kepada Andries de Wilde, orang kepercayaan Raffles, meski tawaran de Wilde hanya 35.000 dolar Spanyol.

Itu lebih murah 2.000 dolar Spanyol daripada yang ditawarkan G Vriese.

Selain itu, keanehan juga terjadi pada perbedaan harga jual kopi.

Produksi kopi di tanah gubernemen (kekuasaan Belanda) cuma dihargai antara 4-5 Rix dollar per pikul.

Baca juga: KAGAMA Harus Ikut Membangun Bantul

Sementara itu, kopi hasil panen dari tanah partikelir milik Raffles dan kawan-kawannya yang terkonsentasi di barat, dibeli antara 10 sampai 11 Rix dollar. 

Raffles angkat bicara untuk menanggapi masalah ini.

Dia memberi penjelasan bahwa dirinya memang punya saham di persil-persil yang memiliki kebun kopi.

Mahalnya harga kopi dari tanah partikelirnya dan kawan-kawan membuat Raffles memberikan tanggapan.

Raffles berdalih bahwa harga pembelian kopi sudah disesuaikan harga pasaran lokal.

Menurutnya, saat itu kopi sudah mencapai 16 – 18 Rix dollar er pikul.

Satu kasus lagi terjadi di persil 3 Ciasem yang diminati oleh Engelhard, tetapi sudah dimiliki J.Shapnell.

Engelhard pun memberi tawaran keuntungan antara 20-40 persen dari harga beli, bila pemilik, J. Shrapnell mau menyerahkan tanah Ciasem.

Bahkan, Engelhard juga sudah menggunakan surat rekomendasi dari Raffles saat membujuk Shapnell.

Namun demikian, setelah berunding dengan J. Skelton, Shrapnelli menolak tawaran dari Engelhard.

“Praktik tidak terbuka pembelian persil disebut-sebut membuat hanya teman-teman dekat Raffles yang bisa membelinya,” tulis Machmoed. (Tsalis)

Baca juga: Dokter Gigi Peraih IPK 4,00 Ini Tidak Ingin Kaya dari Profesinya