Angka Kematian Ibu dan Bayi di Kabupaten Timor Tengah Selatan Masih Tinggi, Mengapa?

2484
Program revolusi KIA di Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT belum maksimal, karena belum berhasil menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Foto: popmama.com
Program revolusi KIA di Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT belum maksimal, karena belum berhasil menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Foto: popmama.com

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Program Revolusi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan anak.

Salah satu daerah yang merealisasikan program tersebut yaitu Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT).

Murdiono Nassa, peneliti dari Prodi Kesehatan Masyarakat, FK-KMK UGM menganalisis implementasi program tersebut.

Penelitian tersebut diterbitkan dalam UGM Symposium Public Health, berjudul Analisis Program Revolusi Kesehatan Ibu dan Anak dan Dampaknya Terhadap Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi Di Kabupaten Timor Tengah Selatan tahun 2018.

Murdiono menemukan, AKI di NTT pada 2017, masih tergolong tinggi yaitu, 163 per 100.000 kelahiran hidup.

Baca juga: Film Remaja Jadi Role Model dan Gambaran Masyarakat Indonesia

Kemudian merujuk pada Profil Kesehatan Indonesia tahun 2017, cakupan persalinan di fasilitas layanan kesehatan di NTT masih rendah yakni, 51,96 persen.

Masih jauh di bawah cakupan nasional yaitu, 83,67 persen.

Program KIA dilaksanakan dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan anak baru dilahirkan, melalui persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih di fasilitas kesehatan yang memadai.

“Khusus di Kabupaten TTS, masih banyak ibu hamil yang belum melahirkan di fasilitas kesehatan dan angka kematian ibu dan bayi masih tinggi. Kabupaten TTS menjadi kabupaten di NTT yang angka kematian ibu dan bayi-nya paling tinggi,” tulis Murdiono.

Dia menjelaskan, AKI pada 2008 ada 59 kasus, sedangkan pada 2017 berjumlah 33 kasus.

Baca juga: Kisah Sukses Alumni UGM Tembus Tes CPNS, Belajar dari Media Sosial Hingga Doa Keluarga